Makalah Surat Luqman Ayat 13 – 17 dan 22 – 23, Surat Al-Zariyat ayat 56 dan Al-Bayyinah ayat 5
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Ibadah
adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah)
dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi
tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia
diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu
(Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang
memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada
manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait
dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan
hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
Diantaranya
ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan
ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud
kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu
yang terkait dengan ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam
sitiap situasi.
Ada
pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah
bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan
sesuatu tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali
menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.
Kemudian
golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara golongan
yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan
ibadah ghoiru mahdhoh.
Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar menyikapinya?
Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar menyikapinya?
- Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah. Sebagai berikut :
1.
Bagaimana Penafsiran dari Surat Luqman Ayat 13 – 17 dan 22 – 23, Surat Al-Zariyat ayat 56 dan Al-Bayyinah ayat
5 menurut beberapa tafsir.
- Tujuan
- Untuk mempelajari tentang penafsiran dari para mufassir terhadap Surat Luqman Ayat 13 – 17 dan 22 – 23, Adz-Dzariyat ayat 56 dan Al-Bayyinah ayat 5.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Surat Luqman
Ayat 13 – 17
Artinya:
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".
14. Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun [1]. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu
1. Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua
tahun.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku,
sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
1.
Tafsir
a.
Surat Luqman
ayat 13
Asbabun
Nuzul Surat Al-Luqman ayat 13
Ketika ayat ke-82 dari surat
Al-An’am diturunkan,para sahabat merasa keberatan. Maka mereka datang menghadap
Rasulullah SAW,seraya berkata “ Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang
dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim ?”.Jawab beliau “ Bukan
begitu,bukanlah kamu telah mendengarkan wasiat Lukman Hakim kepada anaknya :
Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. ( 2 )
(
HR.Bukhori dari Abdillah )
Makna Ayat
Surat Al Luqman adalah termasuk
surat Makkiyah, terdiri dari 34 ayat, surat ini diturunkan setelah surat Ash –
Shaffat.
Luqman adalah seorang yang Sholeh
dan memiliki akhlaq yang mulia, yaitu akhlaq yang berbasiskan kepada keimanan
yang kokoh. Namanya diabadikan oleh Allah dalam salah satu surat di dalam Al
Qur an, yakni surat ke 31.
Sehingga di dalam surat ini Allah
memberikan pelajaran kepada kita akan kesholehan Luqman dalam memberikan
nasehat kepada anaknya, yakni nasehat yang mengandung unsur “keilmuan” yang
mendalam, “keihklasan” yang suci dan “kecintaan”yang tinggi.
2.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 21, hal. 153
Sekilas
tentang lukman.
Luqman
adalah sosok ayah pilihan Allah. Nasehat yang disampaikan pada anaknya
diabadikan dalam Al Qur'an. Ketika kita membaca Q.S Luqman ayat 13 disitu
dimulai dengan hentakan kata " Ingatlah takala ". Kata ini menandakan
pentingnya atas nasehat yang akan disampaikan.
Ayat 13 ini berbicara tentang nasihat Luqman kepada putranya yang dimulai
dari peringatan terhadap perbuatan syirik. Luqman menjelaskan kepada anaknya,
bahwa perbuatan syirik itu merupakan kezaliman yang besar. Syirik
dinamakan perbuatan yang zalim, karena meletakan sesuatu bukan pada tempatnya.
Imam ash Shobuni menafsirkan لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ dengan menyatakan, “jadilah orang yang berakal; jangan mempersekutukan
Allah dengan apapun, apakah itu manusia, patung, atau anak.” Beliau
menafsirkan إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ dengan menyatakan, “Perbuatan syirik merupakan sesuatu yang buruk dan
tindak kezaliman yang nyata. Karena itu, siapa saja yang menyerupakan antara
Khalik dengan makhluk, tanpa ragu-ragu, orang tersebut bisa dipastikan masuk ke
dalam golongan manusia yang paling bodoh. Sebab, perbuatan syirik menjauhkan seseorang
dari akal sehat dari hikmah sehingga pantas digolongkan ke dalam sifat zalim,
bahkan pantas disertakan dengan binatang.
Kata يَعِظُهُ terambil dari kata عظو yaitu nasihat
menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang
mengartikan sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan
kata ini yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami
dari panggilan mesra kepada anak.
Sedangkan ulama memahami kata عظو dalam arti ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa
kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak Luqman itu adalah seorang musyrik,
sehingga sang ayah menyandang hikmah it uterus menerus menasihatinya sampai
akhirnya sang anak mengakui Tauhid.[3]
Kata بُنَيَّ adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya dalah ابني ibny,dari kata بنا ibn yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang.
Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat diatas sumber isyarat bahwa mendidik
hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
Pada ayat 13 diperintahkan untuk merenungkan anugrah Allah kepada Luqman
itu dan serta mengingatkan kepada orang lain. Ayat ini berbunyi :
- Shihab, M. Quraish, TAFSIR AL-MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002
Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya dalam keadaan pada saat
ke saat menasihatinya bahwa wahai anakku sayang! Janganlah engkau
mempersekutukan Allah dengan apapun, dan jangan juga mempersekutukan-Nya
sedikit persekutuan pun, lahir maupun batin. Persekutuan
yang jelas maupun tersembunyi adalah syirik yakni mempersekutukan Allah.[4]
Luqman menekankan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum
melaksanakan yang baik. Memang “ At-takhiyah muqaddamun ‘ala at-tabliyah”
(menyingkirkan keburukan lebih utama dari pada menyandang perhiasan).[5] Dari ayat ini pula dapat dipahami
bahwa antara kewajiban orang tua kepada anak-anaknya adalah member nasihat dan
didikan. Orang tua harus memperhatikan pendidikan bagi anak-anaknya. Orang tua
tidak boleh menganggap cukup apabila telah menyediakan segala kebutuhan fisik
seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan kesenangan lahiriyah lainnya.
Justru yang lebih penting adalah memperhatikan kebutuhan rohani berupa
pendidikan agama maupun pendidikan keilmuan lainya dan keterampilan.
b. Surat Luqman ayat 14
Makna Ayat
Allah mewajibkan kepada semua manusia agar patuh dan taat
kepada orang tua. Karena seorang ibu itu mengandung dengan segala kepayahan dan
kesulitan. Seorang ibupun menyusui sampai berusia dua tahun. Allah mengharuskan
pula agar bersyukur kepada-Nya atas semua nikmat yang diberikan dengan cara
melakukan semua bentuk taat. Dan hendaknya berterima kasih pula kepada orang
tua dengan cara melakukan kebaikan dan taat. Karena semua akan kembali kepada
Allah, dan Allah akan membalas semua perbuatan yang dilakukan manusia.
Kata وَهْنًا berarti kelemahan atau kerapuhan. Yang dimaksud disni kurangnya kemampuan
memikul beban kehamilan, penyusuan dan pemeliharaan anak. Kata yang digunakan
ayat inilah mengisyaratkan betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan
bagaikan kelemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan
kelemahan telah menyatu pada dirinya dan dipikulnya. Firman-Nya وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ (dan penyapihannya didalam dua
tahun), mengisyaratkan betapa pentingnya penyusuan anak oleh seorang ibu kandung.
Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk memelihara kelangsungan hidup anak,
melainkan juga lebih-lebih untuk menumbuh kembangkan anak dalam kondisi fisik
dan psikis yang prima.
Selanjutnya Allah menjelaskan pesan-Nya melalui firman berikut:
أَنِ اشْكُرْ لِي
وَلِوَالِدَيْكَ
Dan
Kami perintahkan kepadanya, bersyukurlah kamu kepada-Ku atas semua nikmat yang
telah Ku limpahkan kepadamu, dan bersyukur pulalah kepada ibu bapakmu. Karena
sesungguhnya kedua itu merupakan penyebab bagi keberadaanmu. Dan keduanya telah
merawatmu dengan baik sehingga kamu menjadi tegak dan kuat.
- Shihab, M. Quraish, TAFSIR AL-MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002
- Shihab, M. Quraish, TAFSIR AL-MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002
إِلَيَّ
الْمَصِيرُ
Hanya kepada-kulah kembali kamu, bukan
kepada selain-Ku. Maka Aku akan memberikan balasan terhadap apa yang telah kamu
lakukan yang bertentangan dengan-Ku.
Ayat diatas menyatakan : dan kami wasiatkan yakni berpesan dengan amat
kukuh kepada semua manusia menyangkut kepada orang ibu bapanya, pesan kami
disebabkan karena ibunya telah mengandung dalam keadaan kelemahan diatas
kelemahan, yakni kelemahan berganda-ganda dan dari saat ke saat
bertambah-tambah. Lalu beliau melahirkan dengan susah payah, kemudian merawat
dan menyusuinya setiap saat, bahkan ditengah malam ketika saat manusia lain
tertidur nyenyak. Demikian hingga tiba
masa menyapikannya. Dimasa kelahiran memang ibu lebih berpotensi atau lebih
ekstra dibandingkan seorang bapak dan itu tidak cukup hanya dimasa kelahiran
seorang anak, melainkan sampai anak tumbuh berkembang. Memang ayah pun
bertanggung jawab menyiapkan dan membantu agar beban yang dipikulnya tidak
terlalu berat. Namun, jasa ayah tidak bisa diabaikan begitu saja oleh karena
itu anak juga berkewajiban berdoa untuk ayahnya.[6]
c. Surat Luqman ayat 15
Makna Ayat
Jika orang tua mengajak kepada kufur
atau dosa, maka jangan ikuti keinginanya dengan penolakan yang lembut dan
bijaksana.Karena ketaatan itu haruslah dalam kebajikan. Dan jangan sampai
penolakan itu dilakukan dengan perangai yang buruk. Ikutilah orang yang banyak
bertaubat dan banyak melakukan kebaikan. Karena setelah kehidupan ini pastilah
semuanya akan kembali kepada Allah Swt dan akan terungkap semua perbuatan yang
telah dilakukan oleh setiap orang dan akan diberi ganjaran sesuai dengan
perbuatannya.
Ayat diatas menerangkan bahwa jika orang tua memaksa
untuk mempersekutukan Allah, maka janganlah mematuhinya.setioap perintah untuk
perbuatan maksiat, maka tidak boleh ditaati. Namun demikian, jangan memutuska
hubungan silaturahmi dengan tetaplah menghormatinya sebagai orang tua. Berbaktilah kepada mereka selagi tidak menyimpang
dari ajaran agama dan bergaullah dengan mereka menyangkut keduniawian, bukan
aqidah. Dalam surat Al-Ankabut: 8, Artinya: “Dan kami wajibkan manusia
(berbuat) kebaikan kepada dua orang ibui-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu
uintuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu,
lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Hokum ini berlaku untuk semua umat Nabi Muhammad, yaitu
melarang ketaatan anak untuk mengikuti kehendak orang tuanya yang bertentangan
dengan ajaran agama. Dan juga sebagaimana dalam sebuah riwayatbahwa Asma’
putrid Sayyidina Abu Bakr ra. Pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu
masih musyrikah, Asma’ bertanya kepada Nabi bagaimana seharusnya ia bersikap,
maka Rosul memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik, menerima dan
memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut kunjungannya.
- Shihab, M. Quraish, TAFSIR AL-MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002
d. Surat Luqman ayat 16
Makna Ayat
Wahai
ananda, meskipun perbuatan buruk atau perbuatan baik hanya seberat biji saja,
pastilah tidak akan luput dari pandangan Allah Swt. Kebaikan dan keburukan itu
pastilah akan terungkap jelas di hari kiamat kelak, dan bagi yang berbuat
kebaikan pastilah diganjar dengan kebaikan pula, begitu pula dengan keburukan.
Allah Swt itu Maha Lembut dan Dia selalu memberi jalan keluar bagi para
hamba-Nya dengan cara yang baik. Allah Swt juga Maha Mengawasi dan tidak
satupun yang luput di hadapanNya.
Katika menafsirkan kata khardal,
Quraish Shihab mengutip penjelasan Tafsir al-untakhab yang melukiskan
biji tersebut. Disana dinyatakan bahwa satu kilogram biji khardal/moster terdiri
atas 913.000 butir. Dengan demikian, berat satu butir biji moster hanya sekitar
satu per seribu gram, atau kurang lebih 1 mg, dan merupakan biji-bijian
teringan yang diketahui umat manusia sampai sekarang. Oleh karena itu, biji ini
sering digunakan oleh Al-Qur’an
untuk manunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus.
Kata lathif terambil dari
akar kata lathafa yang huruf-hurufnya terdiri dari lam, tha’ dan fa.
Kata ini mengandung makna lembut, halus atau kecil. Dari makna ini kemudian
lahir makna ketersembunyian dan ketelitian.
Sedangkan kata khabir,
terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf kha, ba’ dan ra’ yang maknanya
berkisar pada dua hal, yaitu pengetahuan dan kelemahlembutan. Khabir dari
segi bahasa dapat berarti yang mengetahui dan juga tumbuhan yang lunak. Sementara
pakar berpendapat bahwa kata ini terambil dari kata khabartu al-ardha dalam
arti membelah bumi. Dari sinilah lahir pengertian “mengetahui”, seakan-akan yang bersangkutan membahas
Sesuatu sampai dia membelah bumi untuk menemukannya.(7)
Materi pelajaran akidah diselingi
dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan satu materi,
tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlak merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Wasiat Luqman pada ayat 16 ini
adalah berkaitan dengan masalah akhirat, dimana di dalamnya terdapat pahala
yang adil dan perhitungan yang cermat atas amal perbuatan manusia yang digambarkan
oleh al-Qur’an
dengan kata-kata indah dan menyentuh, yang membangkitkan semangat, suatu gambaran
yang menunjukkan atas ilmu Allah yang meliput, yang tidak sebiji sawi pun yang
luput dari pengetahuan-Nya, walaupun biji itu tersembunyi di dalam perut bumi,
di dalam batu
yang
keras, atau di atas langit Allah yang luas, apalagi amal perbuatan manusia, mudah
sekali diketahui-Nya. Karena pengetahuan Allah meliputi seluruh langit dan bumi.(8)
- Quraish Shihab, Loc. Cit., h. 134-136
- M. Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur™an, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2002), Cet. 1, h. 391-392
Tidak ada satu pun ungkapan lain
yang dapat menggambarkan tentang ketelitian dan keluasan ilmu Allah yang
meliputi segalanya, tentang kekuasaan Allah, dan tentang hisab yang teliti dan
timbangan yang adil melebihi gambaran yang dilukiskan oleh ungkapan ayat 16
surat Luqman ini. Inilah salah satu keistimewaan al-Qur’an sebagai mukjizat, dimana susunannya
sangat indah dan
sentuhannya
sangat dalam.(9)
e. Surat Luqman ayat 17
Makna
Ayat
Dalam ayat ini Luqman menyuruh anaknya untuk menegakan
shalat. Karena shalat merupakan tiang agama dan sebagai penolak keburukan dan
kemungkaran. Kemudian menyuruh pula agar anaknya selalu menyeru dan mengajak
kepada kebaikan, juga menolak semua bentuk kemungkaran. Karena mengajak pada
kebaikan dan menolak keburukan itu adalah jalan yang ditempuh para Nabi dan
selayaknya orang-orang pun melakukan hal demikian karena hal itu adalah bentuk
perilaku sangat mulia dan terhormat.
Redaksi meneruskan kisah Luqman
kepada anaknya. Ia menelusuri bersama anaknya langkah- langkah akidah setelah kestabilannya dalam
nurani. Setelah beriman kepada Allah tidak ada sekutu bagi-Nya, yakin terhadap
kehidupan akhirat yang tiada keraguan di dalamnya, dan percaya kepada keadilan
balasan dari Allah yang tidak akan luput walaupun seberat satu biji sawi pun,
maka langkah selanjutnya adalah menghadap Allah dengan mendirikan shalat dan
mengarahkan kepada manusia untuk berdakwah kepada Allah, juga bersabar atas
beban-beban dakwah dan konsekuensi yang pasti ditemui.
Pada ayat ini ada suatu pesan bahwa salah satu
tugas orang tua kepada anaknya ialah mendidiknya untuk menegakkan shalat.
Karena shalat merupakan langkah kedua setelah keimanan sehingga Rasulullah SAW
menyebutkan dalam hadisnya bahwa shalat merupakan rukun Islam yang kedua
setelah ikrar keimanan dilakukan (syahadatain) dan Rasulullah
memerintahkan agar orang tua menyuruh anaknya shalat semenjak usia dini, yakni
usia tujuh tahun., sebagaimana sabdanya:
Dari Amr bin
Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila mereka telah berusia tujuh tahun.,
dan pukullah mereka jika meninggalkannya bila mereka telah berusia sepuluh
tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka. (H.R. Ahmad dan Abu Daud)51
- Sayyid Quthub, Op. Cit., h. 176
- Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (terj), (Bandung : al-Ma’arif, 1990), Cet 10, j. 1, h. 205
Dengan menegakkan shalat berarti
kita melakukan perbaikan spiritual. Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azharnya
disebutkan bahwa : iaUntuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan
Allah, untuk memperdalam rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan
perlindungan-Nya yang selalu kita terima, dirikanlah shalat. Dengan shalat kita
melatih lidah, hati dan seluruh anggota badan untuk selalu ingat kepada Tuhanla.(11)
Selain itu, jika kita bahas salah
satu rahasia shalat, misalkan ketika melakukan sujud, anggota badan yang
terletak di posisi paling tinggi yaitu kepala,kita rendahkan hingga kening kita
menyentuh tanah, sedikitnya sebanyak 34 kali dalam 17 rakaat shalat wajib,
karena itu shalat senantiasa mengajari manusia untuk tidak takabbur, sebaliknya
mendidik kita untuk tawadhu di hadapan Allah SWT.(12)
Nasihat Luqman pada ayat 17 ini
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah
shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar makruf dan nahi
mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan
yaitu sabar dan tabah. Menyuruh mengerjakan makruf, mengandung pesan untuk
mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri
mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar yang melarang
terlebih dahulu mencegah dirinya,. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman
tidak memerintahkan anaknya melaksanakan yang makruf dan menjauhi mungkar,
tetapi memerintahkan, menyuruh dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak
melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta
kepedulian sosial(13)
Menurut Mohsen Qaraati, Kita
berkewajiban untuk membina anak-anak kita menjadi individu-individu yang
bertanggungjawab dan memiliki kepekaan social melalui pendidikan keberimanan,
kebertuhanan, menegakkan shalat dan melalui pendidikan amar makruf nahi
mungkar. Karena amar makruf adalah bukti
cinta seseorang kepada ajaran yang diyakininya, bukti kecintaan seseorang
kepada umat, bukti dari keinginan yang kuat untuk menuju keselamatan secara
massal. Amar makruf adalah semangat keagamaan dan jalinan persahabatan antar
umat.(14)
Inilah jalan akidah yang telah
dirumuskan Allah. Yaitu, mengesakan Allah, merasakan pengawasan-Nya,
mengharapkan apa yang ada di sisi-Nya, yakin kepada keadilan-Nya, dan takut
terhadap pembalasan dari-Nya. Kemudian melalui ayat 17 ini beralih kepada
dakwah untuk menyeru manusia agar memperbaiki keadaan mereka, serta menyuruh
mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari yang mungkar. Juga
bersiap-siap sebelum itu untuk menghadapi peperangan
melawan
kemungkaran, dengan bekal yang pokok dan utama yaitu bekal ibadah dan menghadap
kepada-Nya serta bersabar atas segala yang menimpa da’i di jalan Allah.
- Hamka, Op. Cit., h. 132
- Mohsen Qaraati, Op. Cit., h. 92
- Quraish Shihab, Op. Cit., h. 137
- Mohsen Qaraati, Op. Cit., h. 79 & 86
Lanjutan ayat 17 mengatakan:
“Sesungguhnya
yang demikian termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” Karena dalam
Tafsir Fi Dzilalil Qur’an
makna Azmil Umur adalah melewati rintangan dan meyakinkan diri untuk menempuh
jalan setelah membulatkan tekad dan keinginan.(15)
Dalam Tafsir al-Maraghi disebutkan
makna Azmil umur ialah yang telah diwajibkan oleh Allah SWT atas
hamba-hamba-Nya, tanpa ada pilihan lain. Karena di dalam hal tersebut (shalat,
amar makruf dan sabar) terkandung faedah yang besar dan manfaat yang banyak, di
dunia dan di akhirat.(16)
B. Surat Luqman Ayat 22-23
Atinya:
22. Dan barangsiapa yang menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya
ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah
kesudahan segala urusan.
23. Dan barangsiapa kafir maka
kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami-lah mereka kembali,
lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
1. Tafsir
a. Surat Luqman ayat 22
Menurut
ayat diatas mempunyai maksud bahwa seorang hamba dalam penghambaannya
menyerahkan segala urusan kepada Allah. Dan dalam melakukan segala ibadah
berdasarkan karena Allah semata.
Seorang
hamba yang melakukan kebaikan dikarenakan mencari ridho Allah, maka berarti
hamba tersebut berpegang pada aturan-aturan yang berlaku dalam hokum Islam.
Sedang yang
15.
Sayyid
Quthub, Op. Cit., h. 176
16.
Al-Maraghi,
Op. Cit., h. 160
dimaksud “buhul
Tali” di sini dimaksudkan adalah agama Islam yang memang satu-satunya Agama
yang diridhoi oleh Allah. Dan segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
hanyalah akan terjadi karena izin Allah Swt.
b.
Surat Luqman
ayat 23
Ayat
ini menjelaskan bahwa kekafiran seseorang tidaklah ada hubungan dalam bidang
aqidah, namun tetap menjalin hubungan dalam hal keduniawian. Dalam hal ini
dimaksudkan bahwa kita diperbolehkan saling tolong menolong dalam hal apapun
kecuali tentang ibadah. Dikarenakan ibadah sudah menyangkut dalam hal aqidah
yang mana bila seseorang mengikuti peribadatan atau sesuatu hal yang berkaitan
dengan ibadah, itu sudah berarti kita mengikuti kekafiran orang tersebut.
Segala
keyakinan seseorang, baik orang mukmin maupun orang kafir, semua akan
mempertanggungjawabkan keyakinan tersebut dan mendapatkan balasan atas segala
hal yang dilakukan.
C. Surat Adz-Dzariyat ayat 56
56. Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
Asbabun Nuzul
Kita membayangkan bahwa
Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia memberitahukan kepada
malaikat-Nya dengan tujuan agar mereka bersujud kepadanya, bukan dengan tujuan
mengambil pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka. Maha Suci Allah SWT
dari hal yang demikian itu. Allah SWT memberitahukan mereka bahwa Dia akan
menjadikan seorang hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan mempunyai
keturunan dan cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan
menumpahkan darah di dalamnya. Lalu para malaikat yang suci mengalami
kebingungan. Bukankah mereka selalu bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya,
namun mengapa khalifah yang terpilih itu bukan termasuk dari mereka? Apa
rahasia hal tersebut, dan apa hikmah Allah dalam masalah ini? Kebingungan
melaikat dan keinginan mereka untuk mendapatkan kemuliaan sebagai khalifah di
muka bumi, dan keheranan mereka tentang penghormatan Adam dengannya, dan masih
banyak segudang pertanyaan yang tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah SWT
segera menepis keraguan mereka dan kebingungan mereka, dan membawa mereka
menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS. al-Baqarah:
30)
Ayat tersebut menunjukan
keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para malaikat, yang karenanya
mereka dapat berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak Allah. Kita tidak
membayangkan terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat sebagai
bentuk pengultusan terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-Nya.
Dan kita meyakini bahwa dialog terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan
dengan keinginan mereka untuk mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah
SWT memberitahu mereka bahwa tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada
Allah SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang sangat mulia di alam wujud, namun
khilafah di muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal itu. Ia membutuhkan
karakter yang lain, suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan lumrah
baginya kesalahan. Kebingungan atau keheranan ini, dialog yang terjadi dalam
jiwa para malaikat setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua ini
layak bagi para malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun.
Sebab, meskipun kedekatan mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka
terhadap-Nya serta penghormatan-Nya kepada mereka, semua itu tidak
menghilangkan kedudukan mereka sebagai hamba Allah SWT di mana mereka tidak
mengetahui ilmu Allah SWT dan hikmah-Nya yang tersembunyi, serta alam gaibnya
yang samar. Mereka tidak mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab
perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa saat para
malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam adalah ciptaan baru, di mana dia berbeda
dengan mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan Allah, dan dia pun berbeda
dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya yang hanya
menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya Nabi Adam akan menjadi
ciptaan baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah yang tinggi yang tidak
ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:[17]
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”
(QS. adz-Dzariyat: 56)
Para malaikat mengetahui bahwa Allah
SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya
kepada mereka secara terperinci. Dia memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan
manusia dari tanah. Maka ketika Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh di
17.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan
Terjemahannya. CV. Pustaka Agung Harapan. Surabaya : 2006.
dalamnya, para malaikat harus
bersujud kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud
penghormatan, bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan
kepada Allah SWT.[18]
Ayat di atas menyatakan “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia” untuk satu manfaat yang kembali kepada diri-Ku. Aku tidak menciptakan
mereka melainkan
agar tujuan atau kesudahan aktivitas mereka adalah beribadah kepada-Ku.
Ayat di atas menggunakan
bentuk persona pertama (Aku) setelah sebelumnya menggunakan persona ketiga (Dia/Allah). Ini bukan saja
bertujuan menekankan pesan yang dikandung tetapi juga untuk mengisyaratkan
bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya.
Penciptaan, pengutusan Rasul, turunnya siksa, rezeki yang dibagikan-Nya
melibatkan malaikat dan sebab-sebab lainnya, sedang di sini karena penekanannya
adalah beribadah kepada-Nya semata-mata tanpa member kesan adanya keterlibatan
Allah swt.
Didahulukannya penyebutan
kata (الجنّ) al-jinn/jin dari kata (الأنس) al-ins/manusia karena memang jin lebih dahulu diciptakan Allah daripada manusia.
Huruf (ل) lam pada (ليعبدون) liya’budun bukan berarti agar supaya mereka beribadah atau agar Allah disembah. Ibadah
bukan hanya sekedar ketaatan dan ketundukan yang mencapai puncaknya akibatnya
akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya
ia mengabdi. Ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu
tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakikatnya.
Ibadah terdiri dari ibadah
murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah murni adalah
iabadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti
shalat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah segala
aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala
aktivitas manusia dilakukannya karena Allah semata, yakni sesuai dan sejalan
dengan tuntunan petunjuk-Nya.[19]
Dengan demikian ibadah yang dimaksud
di sini lebih luas jangkauan maknanya daripada ibadah dalam bentuk ritual.
Tugas kekhalifahan termasuk dalam makna ibadah dan dengan demikian hakikat dari
ibadah mencakup dua hal pokok, yaitu:
18. M. Quraish
Shihab. Tafsir Al-Misbah Volume 15. Penerbit Lentera Hati. Jakarta
: 2009
19. Quraish
Shihab. Tafsir Al-Misbah Volume 13. Penerbit Lentera Hati. Jakarta
: 2009.
- Kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insane. Kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada Tuhan, hamba yang patuh dan Tuhan yang disembah (dipatuhi), tidak selainnya. Tidak ada dalam wujud ini kecuali satu Tuhan dan selain-Nya adalah hamba-hamba-Nya.
- Mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya hanya mengarah kepada Allah secara tulus, melepaskan diri dari segala perasaaan yang lain dan dari segala makna penghambaan diri kepada Allah. Dengan demikian, terlaksana makna ibadah. Dan menjadilah setiap amal bagaikan ibadah ritual dan setiap ibadah ritual serupa dengan memakmurkan bumi, memakmurkan bumi serupa dengan jihad di jalan Allah dan jihad seperti kesabaran menghadapi kesulitan dan ridha menerima ketetapan-Nya, semua itu adalah ibadah, semuanya adalah pelaksanaan tugas pertama dari penciptaan Allah terhadap jin dan manusia dan semua merupakan ketundukan ketetapan Ilahi yang berlaku umum yakni ketundukan segala sesuatu kepada Allah bukan kepada selain-Nya.[20]
D. Surat Al –
Bayyinah ayat 5
Artinya:”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
Ayat ini menjelaskan
tentang sikap Ahli Kitab dan kaum musyrikin itu adalah bahwa mereka enggan
percaya serta berselisih satu sama lain padahal mereka tidak
diperintahkan, yakni tidak dibebai tugas, baik yang terdapat dalam
kitab-kitab yang lurus itu maupun melalui Rasul yang menyampaikannya, juga
dalam kitab-kitab suci disampaikan oleh nabi-nabi yang mereka imani,kecuali
supaya mereka menyembah, yakni beribadah kepada Allah yang Maha Esa denganmemurnikan secara
bulat untuk-Nya semata-mata ketaatan sehingga
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan sedikit persekutuan pun
dalam menjalankan agama lagi bersikap
20.
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Qur’an. Mizan Media Utama.
Bandung :
2001.
secara lurus secara
mantap dengan selalu cenderung kepada kebajikan dan juga mereka
diperintahkan supaya mereka melaksanakan shalat secara baik
dan bersinambung dan menunaikan zakat secara sempurna sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan, dan yang demikian itulah agama yang
sangat lurus bukan seperti yang selama ini mereka lakukan.
Kata (مخلصين) mukhlishin terambil
dari kata (خلص) khalasha yang berarti murni setelah sebelumnya
diliputi atau disentuh kekeruhan. Dari sini ikhlas adalah upaya memurnikan dan
menyucikan hati sehingga benar-benar hanya terarah kepada Allah semata, sedang
sebelumnya keberhasilan usaha ini, hati masih diliputi atau dihinggapi oleh
sesuatu selain Allah, misalnya pamrih atau semacamnya.
Kata khunafa’ adalah
bentuk jamak dari kata khanif yang biasa diartikan lurus
atau cenderung kepada sesuatu. Kata
ini pada mulanya digunakan untuk menggambarkan telapak kaki dan kemiringannya
kepada telapak pasangannya. Yang kanan condong ke arah kiri dan yang kiri
condong ke arah kanan. Ini menjadikan manusia dapat berjalan dengan lurus.
Kelurusan itu menjadikan si pejalan kaki tidak moncong ke kiri, tidak pula ke
arah kanan. Dari sini, seseorang yang berjalan lurus atau bersikap lurus tidak
condong ke arah kanan atau kiri dinamai hanif.Ajaran islam adalah
ajaran yang berada dalam posisi tengah, tidak cenderung kepada materialisme
yang mengabaikan hal-hal yang bersifat spiritual tetapi tidak juga kepada
spiritualisme murni yang mengabaikan hal-hal yang bersirafat material.
Penyifatan agama
dengan al-qayyinah di samping berarti agama yang sangat lurus
tidak bengkok seperti makna yang penulis kemukakan pada ayat 3 di atas, dapat
juga berarti sebagaimana dikemukakan oleh al-Biqai sebagai agama orang-orang
yang tampil menegaskan Allah dan melaksanakan ajaran Tauhid atau berarti agama
yang diajarkan dalam al-Kutub al-Qayyimah.
pada ayat ini dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak
diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada
mereka adalah untuk kebaikan dunia dan agama mereka, untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada
Allah dan membersihkan amal perbuatan dari syirik serta mematuhi agama Nabi
Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid
dengan mengikhlaskan ibadat kepada Allah SWT.
Ayat ini menjelaskan ayat
sebelumnya bahwa mengapa mereka berpecah belah setelah Muhammad shallallâhu
‘alaihi wasallam datang kepada mereka? bukankah dia adalah Rasul yang mereka
tunggu-tunggu? Padahal (sebenarnya) mereka tidak diperintahkan baik di dalam
kitab-kitab
mereka dan seruan para Rasul mereka, maupun di dalam al- Qur’an dan seruan
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam, kecuali untuk beribadah kepada Allâh
Ta’âla semata dan mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya, dengan meninggalkan
semua agama yang mereka ikuti dan memeluk agama Islam.
Mereka juga diperintahkan
untuk menunaikan shalat pada waktunya dengan memperhatikan tata cara, syarat
dan rukunnya, serta diperintahkan pula mengeluarkan zakat dari harta-harta
mereka untuk para fakir dan miskin. Itulah agama yang lurus yang mengantarkan
seorang hamba untuk mendapatkan ridha-Nya dan surga yang abadi dan selamat dari
siksa dan amarah-Nya.
Konsep
Pendidikan Ibadah
Ibadah yang secara awam diartikan
sesembahan, pengabdian, sebenarnya adalah istilah yang paling luas dan mencakup
tidak hanya penyembahan, tetapi juga berhubungan dengan tingkah laku manusia
meliputi kehidupan.
Pendidikan ibadah mencakup segala
tindakan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang berhubungan dengan Allah
seperti shalat, maupun dengan sesame manusia. Hubungan kepada Allah SWT dalam
bentuk shalat ini dinyatakan oleh ayat 17 surat Luqman. Pada ayat ini Allah
mengabadikan empat bentuk nasihat Luqman untuk penetapan jiwa anaknya, yaitu :
a)
Dirikanlah shalat;
b)
Menyuruh berbuat yang baik (makruf);
c) Mencegah berbuat mungkar, dan
d)
bersabar atas segala musibah.
Inilah empat modal hidup yang
diberikan Luqman kepada anaknya dan diharapkan menjadi modal hidup bagi kita
semua yang disampaikan Muhammad kepada umatnya. Ayat ini mendidik manusia dengan
pemantapan jiwa dengan mendirikan shalat, diikuti sebagai pelopor untuk
perbuatan makruf, berani menegur yang salah, mencegah yang mungkar, dan bila
dalam melakukan itu semua terdapat rintangan, maka diperlukan sifat sabar dan
tabah. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
yang
diwajibkan oleh Allah SWT. Dengan demikian ayat ini memberi indikasi bahwa
ahalat sebagai peneguh pribadi, amar makruf nahi mungkar dalam hubungan masyarakat,
dan sabar untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ibadah adalah suatu perintah dari
Allah yang harus kita laksanakan dengan jiwa dan hati yang tulus dan ikhlas.
Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi seorang hamba membutuhkan
terhadap rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan dari Allah SWT, akan tetapi
perlu di ingat bahwa rasa kebutuhan kita terhadap Allah tidak akan mengurangi
rasa tulus ikhlas kita dalam beramal.
Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan
hendaknya didorong oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah serta
timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-Nya, jika demikian maka
ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik dan yang
dilarang oleh Allah SWT.
Tetapi ibadah yang tidak didasari
atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya karena sebatas memelihara
tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan bentuk ibadah.
Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai simbol.
Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada tabiat
dan akhlak orang yang beribadah tersebut.
B. Pelajaran Dalam Ayat
· Pentingnya menjaga Tauhid dan kejinya dosa
Syirik
· Menjelaskan arti hikmah, yaitu bersyukur
kepada Allah Swt dengan cara taat dan selalu ingat
kepadaNya. Dan orang yang bersyukur itu
pasti orang memiliki akal sehat
· Pentingnya memberi nasehat yang baik,
sekaligus memberi solusi (irsyad) kepada siapa saja
· Buruknya dosa musyrik dan jeleknya orang yang
memusyrikan Allah Swt
· Keharusan taat kepada orang tua dan
mempelakukan mereka dengan lembut dan sayang
· Pengukuhan pedoman, “ Tidak boleh patuh
kepada seseorang jika menyuruh berbuat dosa kepada
Allah Swt.” Dan ini berlaku kepada orang
tua untuk tidak taat atas kemauan mereka ketika
diperintah melakukan keburukan.
· Wajib
mengikuti jalan yang benar sesuai Al-Qur’an dan Sunnah dan haramnya mengikuti
jalan yang tidak berdasar kepada kedua pusaka itu
Suatu hal yang menjadi
asas dalam ajaran Islam, yaitu mengapa manusia hidup. Merupakan satu pertanyaan
yang memerlukan satu jawaban yang tepan. Karena jika manusia yang hidup di muka
bumi Tuhan ini tidak dapat memberi jawaban yang betul, manusia itu tak pandai
hidup. Mereka sekedar pandai maju, pandai berkebudayaan tapi tak pandai hidup.
Jika manusia gagal hidup di dunia, maka manusia akan gagal hidup di akhirat.
Surat Adz dzariyat ayat 56
mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia diciptakan
oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah
hanya kepada Allah SWT. Jadi selain fungsi manusia sebagai khalifah di muka
bumi (fungsi horizontal), manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu
menyembah penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah menyembah Allah
karena sesungguhnya Allah lah yang menciptakan semua alam semesta ini.
Sedangkan surat Al Bayyinah ayat 5 memiliki beberapa kandungan, antara
lain:
- Manusia diperintahkan untuk menyembah hanya kepada Allah SWT.
- Memurnikan agama Allah dari ajaran-ajaran kemusyrikan.
- Manusia diperintahkan mendirikan shalat dan zakat.
- Menyembah hanya kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abu Zakariyya, Ayusarutl at-Tafasir, Syeikh Al-Jazairi
2. Abdurahman As-Sa’di, Taysirul Karim ar-Rahman
3. Mustapha al-Adawi, At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil
4. Az-Zamakhsyari, Al-Kasyaf
5. Ibnu Jarir ath-Thabari, Tafsir Thabari Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al-Qur’an
6. Syeikh Muatawali Asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi
7. Prof. Dr. Wahbah Zuhayli, Tafsir al-Wasith
8. Dr. Hikmat Ibn Yasin, Tafsir as-Sahih
9. Dr. Muhammad Thayib Ibrahim, I’rabul Qur’an
2. Abdurahman As-Sa’di, Taysirul Karim ar-Rahman
3. Mustapha al-Adawi, At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil
4. Az-Zamakhsyari, Al-Kasyaf
5. Ibnu Jarir ath-Thabari, Tafsir Thabari Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al-Qur’an
6. Syeikh Muatawali Asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi
7. Prof. Dr. Wahbah Zuhayli, Tafsir al-Wasith
8. Dr. Hikmat Ibn Yasin, Tafsir as-Sahih
9. Dr. Muhammad Thayib Ibrahim, I’rabul Qur’an
10. A.Mudjab
Mahali,2002,Asbabun Nuzul : studi pendalaman Al-quran surat Al-Baqarah- Annas,Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada,halm : 660
11. Tafsir Al-Maragi,Ahmad Mustafa Al Maragi,1993,semarang:CV Toha putra,halm 152-154.
12. Shihab, M. Quraish, Logika Agama Kedudukan Wahyu & Batas-Batas akal Dalam Islam, Jakarta : Lentera Hati, 2005
13. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003,halm : 121
11. Tafsir Al-Maragi,Ahmad Mustafa Al Maragi,1993,semarang:CV Toha putra,halm 152-154.
12. Shihab, M. Quraish, Logika Agama Kedudukan Wahyu & Batas-Batas akal Dalam Islam, Jakarta : Lentera Hati, 2005
13. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003,halm : 121
14. Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan
Tafsirnya, Jakarta, 2000
0 komentar: