PARADIGMA IDEOLOGIS PENDIDIKAN NASIONAL
PARADIGMA
IDEOLOGIS PENDIDIKAN NASIONAL
A.Pendahuluan
Kata
ideologi sendiri berasal dari bahasa Yunani idea (ide/gagasan) dan logos (studi
tentang/pengetahuan tentang). Secara harfiah ideologi berarti studi tentang
ide-ide/gagasan. Adapun secara istilah ideologi adalah sistem gagasan yang
mempelajari keyakinan-keyakinan dan hal-hal ideal; asas haluan; pandangan
hidup. Istilah ini mengacu pada seperangkat keyakinan dalam merealisasikan
sebuah obyek.
Demikian
halnya dengan ideologi, kata paradigma juga berasal dari bahasa Yunani para (di
sebelah, di samping) deigma (memperlihatkan; model/contoh ideal). Istilah
paradigma diartikan sebagai pedoman/teladan; cara memandang sesuatu; dasar
untuk menyeleksi suatu problem-problem dan pola untuk memecahkannya. Paradigma
bisa diartikan pula sebagai landasan berfikir dalam menentukan sikap dan
tindakan. Paradigma akan sangat menentukan bagaimana langkah dan tindakan yang
diambil dalam mencapai sebuah tujuan.
Pendidikan
pada hakikatnya merupakan sebuah usaha sadar untuk menuntun umat manusia secara
bertahap dalam menjalani kehidupannya. Dalam hal ini pendidikan sekaligus
sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan peradaban umat manusia, maka tidak heran apabila
dikatakan bahwa maju mundurnya sebuah bangsa sangatlah ditentukan oleh
pelaksanaan pendidikan yang ada didalamnya.
Ideologi
pendidikan yang dianut sebuah bangsa akan sangat menentukan karakteristik
pendidikan yang diterapkan didalamnya. Selama ini paradigma pendidikan di
negara kita selalu mengalami perubahan yang tidak berpengaruh signifikan dalam
merealisasikan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Seperti dalam ungkapan Thomas
Khun yang mengatakan bahwa paradigma selalu mengalami anomali, sehingga
akan berkonsekuensi melahirkan paradigma baru. Lalu sejauh ini, pertanyaan yang
muncul adalah seperti apakah ideologi dan paradigma pendidikan yang sesuai
dengan karakter bangsa Indonesia sehingga bisa diterapkan demi mewujudkan
cita-cita pendidikan bangsa ini sendiri?
B.Ideologi Pendidikan Nasional
1.Macam-macam Ideologi
Pendidikan di Dunia
Menurut William F O’neil,
secara garis besar ideologi pendidikan dapat ditarik menjadi dua golongan,
yakni ideologi konservatif dan ideologi liberal. Namun dalam
kajian ini penulis mencoba untuk memaparkan klasifikasi ideologi pendidikan
berdasarkan karakter yang dikandung oleh masing-masing ideologi tersebut,
antara lain:
a. Ideologi
fundamentalisme; yaitu ideologi yang ingin
meminimalkan pertimbangan-pertimbangan filosofis dan intelektual serta
cenderung mendasarkan diri kepada penerimaan relatif terhadap realitas tanpa
adanya kritik terhadap kebenaran dan konsensus sosial yang sudah mapan.
b. Ideologi
intelektualisme; yaitu ideologi yang didasarkan
pada sistem-sistem pemikiran filosofis yang otoritarian. Intelektualisme
pendidikan ingin mengubah praktek-praktek politik dan pendidikan demi
menyesuaikan secara lebih sempurna dengan cita-cita intelektual yang sudah
mapan.
c. Ideologi konservatisme;
yaitu ideologi yang memandang bahwa ketimpangan dalam masyarakat merupakan
hukum alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan
ketentuan sejarah. Dalam bentuknya yang paling klasik, kaum konservatif
berkeyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan
sosial atau paling tidak mempengaruhinya. Secara implisit, ideologi ini
mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga yang sudah teruji waktu, disertai
dengan rasa hormat yang mendalam terhadap tatanan sosial yang konstruktif.
d. Ideologi liberalisme;
yaitu ideologi yang mengajarkan kebebasan individu dan berusaha mempromosikan
perwujudan potensi individu secara maksimal. Tujuan jangka panjang pendidikan
menurut kaum liberal adalah melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang
ada dengan cara mengajar setiap individu bagaimana menghadapi masalah-masalah
dalam kehidupannya sendiri secara efektif. Peserta didik memiliki masalah hidup
sendiri dan memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam menyelesaikannya. Yang
terpenting adalah bagaimana mereka diarahkan agar dapat secara optimal
menyelesaikan masalah hidup mereka secara mandiri melalui pendidikan.
e. Ideologi anarkhisme;
yaitu ideologi yang menolak pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku
personal. Ideologi ini bercita-cita melakukan deinstitusionalisasi masyarakat,
sehingga menjadikan masyarakat bebas dari belenggu lembaga. Pendekatan terbaik
terhadap pendidikan adalah pendekatan yang mengusahakan percepatan perombakan
humanistik berskala besar dengan cara menghapus sistem persekolahan.
f. Ideologi
kritis-radikal; yakni ideologi yang berpandangan
bahwa perhatian utama pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap “the
dominant ideologi” ke arah tranformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah
menciptakan ruang berfikir serta bertindak untuk selalu kritis terhadap keadaan
dan struktur yang tidak adil dan menindas. Visi pendidikan harusnya adalah
melakukan kritik terhadap sistem dan kelas dominan sebagai perwujudan atas
keberpihakan terhadap rakyat kecil yang tertindas, dalam rangka untuk
mewujudkan tatanan sosial yang lebih adil.
2.Pancasila sebagai
Ideologi Negara
Berdasarkan
UU no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 2 disebutkan : “Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Sedangkan dalam pasal 2 disebutkan : “Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”.
Memperbincangkan
ideologi pendidikan nasional tidak bisa dilepaskan dari dirkursus tentang
ideologi Negara Indonesia yakni ideologi Pancasila, karena ideologi negara
tentunya harus menjadi landasan bagi segala kebijakan dan keputusan bangsa
(dalam hal ini pemerintah) dalam setiap aspek kehidupan bernegara termasuk
masalah pendidikan. Segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah haruslah
berlandaskan pada Pancasila serta harus sesuai dengan nilai-nilai luhur dan
semangat yang terkandung didalamnya. Setidak-tidak ada tiga dimensi kebijakan
pemerintah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,
yaitu:
a. Dimensi management
pemerintah; kebijakan ini menyangkut bagaimana,
sejauh mana pendidikan nasional harus dikelola serta dikembangkan baik oleh
pemerintah maupun masyarakat.
b. Dimensi prioritas
pembangunan; kebijakan ini menyangkut sejauh
mana pendidikan nasional mendapat prioritas dalam sistem pembangunan nasional
disamping bidang-bidang lainnya.
c. Dimensi partisipasi
masyarakat; kebijakan ini menyangkut sejauh mana
masyarakat mendapat peluang dan kesempatan untuk berkiprah mengembangkan
pendidikan.
3. Problematika Penerapan Ideologi Pancasila dalam Dunia Pendidikan
Masalah
pendidikan adalah salah satu masalah yang bersifat universal. Semua manusia
tanpa terkecuali sangat berkepentingan terhadap pendidikan. Masalah pendidikan
biasanya muncul ketika ada deskripansi (kesenjangan) antara dunia cita-cita (das
sollen) dengan dunia nyata (das sein) pendidikan. Sedangkan
kebijakan pendidikan dilakukan dalam rangka mengurangi kesenjangan atau paling
tidak mendekatkan antara dunia cita-cita dengan dunia nyata pendidikan. Berdasarkan
dimensi kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan, maka dapat diklasifikasikan masalah-masalah
yang ada didalamnya, antara lain:
a. Dimensi
management; meskipun UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sudah
diberlakukan, namun otonomi daerah sampai saat ini terkesan masih setengah
hati. Hal yang bisa dilihat dalam
dunia pendidikan adalah bagaimana Ujian Nasional masih dijadikan standarisasi
kelulusan peserta didik oleh pemerintah. Tentunya hal ini bertolak belakang
dengan semangat program MBS (Managemen Berbasis Sekolah). Kerancauan ini
diperparah oleh adanya Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom yang mempertegas
sistem pengelolaan lembaga pendidikan, dimana pendidikan dasar sampai menengah
keatas merupakan tanggung jawab pemerintah daerah sedangkan pendidikan tinggi
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
b. Dimensi prioritas
pembangunan; Dalam amanat UUD pasal 31 ayat 4 disebutkan bahwa Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan Nasional. Seperti halnya dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bahwa pemerintah diwajibkan mengalokasikan dana pendidikan
minimal 20 persen dari APBN dan anggaran ini belum termasuk untuk gaji guru dan
biaya pendidikan kedinasan. Namun dalam realitasnya praktek anggaran
penyelenggaraan pendidikan belum atau masih sangat jauh dari angka 20 persen.
c. Dimensi partisipasi masyarakat; masyarakat
adalah bagian dari pendidikan, dalam hal ini berarti bahwa masyarakat ikut
menentukan arah dan sekaligus ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan. Peran serta masyarakat kadang terbentur dengan
pendanaan dalam penyelenggaraan pendidikan dan mindset “favorite” yang
ditanamkan oleh pemerintah. Pendanaan penyelenggaraan pendidikan swasta seolah
tidak mendapat perhatian sepenuhnya dari pemerintah, dimana subsidi dana bagi
lembaga pendidikan swasta berbanding sangat jauh dengan lembaga pendidikan
negeri. Serta mindset favorite yang “dikembang biakkan” oleh pemerintah selama
ini mematikan nilai tawar pendidikan swasta dimana mindset itu adalah sekolah
favorit adalah sekolah yang berstatus negeri.
C. Paradigma Pendidikan
Nasional
1.Paradigma
Pendidikan Nasional dan Anomalinya.
paradigma
pendidikan nasional secara singkat dari tinjauan historis-sosiologisnya.
a. Paradigma
sentralistik; paradigma ini dilaksanakan dengan
ketat pada masa orde baru. Semua serba tersentral dan terstandarisasi serta intervensi yang berlebihan dari
pemerintahan orde baru terhadap dunia pendidikan.
b. Paradigma formisme;
dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat distingtif. Dan
satu-satunya kata kunci adalah dikotomi. Segala sesuatu hanya dilihat dari dua
sisi yang berlawanan, laki-laki – perempuan, pendidikan formal – non-formal,
pendidikan agama – pendidikan umum. Pandangan dikotomis inilah yang menyebabkan
terjadinya dualisme dalam pendidikan, sehingga muncullah istilah ilmu agama dan
ilmu umum. UU pasal 1 No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional yang
menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik memiliki moral dan
spiritual keagamaan serta memiliki pengetahuan yang komprehensif yang berguna
bagi dirinya, masyarakat bangsa dan negara. disebutkan pula dalam pasal diatas
bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD
RI 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional serta
tanggap terhadap kemajuan teknologi dan perkembangan zaman.
c. Paradigma intelektualis;
dimana pendidikan lebih menekankan pada aspek kognitif tanpa begitu
memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik peserta didik. Pendidikan adalah
bagaimana siswa mampu menjawab soal-soal buatan yang jauh terlepas dari
realitas kehidupan sehari-hari mereka.
d. Paradigma kompetitif;
pendidikan sudah kehilangan esensinya sebagai lahan untuk mendidik. Lembaga
pendidikan mengajarkan kepada peserta didik bahwa hidup adalah kompetisi.
Barang siapa yang unggul dia akan bisa menjadi orang yang berada diatas
melebihi orang lain. Kompetisi harus dimenangkan, tak peduli dengan berbagai
cara apapun tanpa mempertimbangkan moralitas. Sehingga banyak peserta didik
tidak memiliki moralitas dan kering hati nuraninya.
e. Paradigma
mekanistik-prosedural; reformasi pendidikan
yang diluncurkan oleh Departeman Pendidikan dan dinas-dinas pendidikan lebih
bertumpu pada mekanisme-mekanisme, dan prosedur-prosedur baru, dan cenderung
tanpa pemahaman dan penghayatan yang reformasional. Selama ini kebijakan yang
diberikan hanya terkait masalah kurikulum, profesinalitas guru dalam memberikan
materi pengajaran sesuai dengan silabus yang dipatok oleh pemerintah.
2. Alternatif Paradigma
Baru Pendidikan Nasional
Alternatif
paradigma baru pendidikan, diantaranya adalah:
a. Paradigma baru reformasi pendidikan; sesuai
dengan filsafat pendidikan Indonesia yang bertujuan membangun kecerdasan
manusia yang seutuhnya, dan filsafat besar lainnya, maka dapat dikatakan bahwa
suatu reformasi dikatakan berurusan secara langsung dengan manusia ialah ketika
reformasi ditujukan untuk spiritualitas manusia. Spiritualitas adalah unsur
fundamental manusia. Hal ini sesuai
dengan yang termuat dalam UUD 1045 Pasal 31 ayat 3 : “Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang”. Begitu juga dalam UU no 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
b. Paradigma
integratif-interkonektif/paradigma pendidikan holistik-dialogis;
paradigma ini merupakan alternatif dari anomali paradigma sebelumnya, yakni
paradigma dikotomis (formisme). Dimana dalam paradigma formisme, pengembangan
ilmu baik itu ilmu agamis-spiritualis ataupun ilmu pengetahuan berbicara dengan
bahasanya sendiri-sendiri dan tidak ada komunikasi yang harmonis dan dinamis
diantara keduanya.
c. Paradigma pendidikan
demokratis; Pendidikan haruslah memberikan jawaban
kepada kebutuhan (needs) masyarakat itu sendiri. Demokrasi pendidikan
berarti pendidikan dari, untuk dan oleh rakyat. Pendidikan muncul dan
berkembang dari masyarakat, bukan sebagai proyek apalagi perintah dari penguasa
yang seringkali sarat dengan kepentingan tertentu. Pendidikan tumbuh dari
masyarakat dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat itu sendiri.
d. Paradigma pendidikan
humanis; pendidikan adalah proses memanusiakan
manusia. Menjadi manusia bukan sekedar dapat makan untuk hidup, tetapi lebih
dari itu menjadi manusia berarti memiliki tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya. Pendidikan humanis adalah
proses pendidikan yang membangun karakter kemanusiaan dalam diri manusia, yang
menghargai harkat dan martabat manusia lain, yang tidak terlepas dari moral
hidup bersama atau moral sosial. Muara pendidikan yang manusiawi adalah
mewujudkan pendidikan yang bermakna, yakni suatu sistem pendidikan yang
menekankan pada watak (karakter) atau moral dalam sistem nilai dan aktualisasi
diri, pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin. Islamic Studies di
Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-Interkonektif. Cet. II. Yogyakarta;
Pustaka pelajar. 2010.
Arifi, Ahmad. Politik Pendidikan Islam;
Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam di Tengah Arus
Globalisasi. Yogyakarta; Teras. 2009.
Amnur, Ali Muhdi (Edt). Konfigurasi
Politik Pendidikan Nasional. Yoyakarta; Pustaka Fahima. 2007.
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Cet II.
Jakarta; Gramedia. 2000.
Freire, Paulo. Politik Pendidikan;
Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. (Trjm: Agung Prihantoro & Fuad Arif
F.). Cet VI. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2007.
H.A.R. Tilaar. Pendidikan Kebudayaan dan
Masyarakat Madani Indonesia. Bandung; Remaja Rosdakarya. 2000.
http://saungwali.wordpress.com/2007/06/05/paradigma-baru-reformasi-pendidikan.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2010.
Journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/334/pdf.
Didownload pada tanggal 23 Oktober 2010.
O’neil, William F. Ideologi-Ideologi
Pendidikan. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2001.
Partanto, Pius A & M. Dahlan. Kamus
Ilmiah Populer. Surabaya; Arkola. 1994.
Rohman, Arif. Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta; LaksBang Mediatama. 2009.
Rohman, Arif. Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta; LaksBang Mediatama. 2009.
Susetyo, Benny. Politik Pendidikan
Penguasa. Yogyakarta; LKiS. 2005.
Wahono, Francis. Kapitalisme Pendidikan;
antara Kompetisi dan Keadilan. Yogyakarata; Pustaka Pelajar, Cinderalas dan
Insist Press. 2001.
www.inherent-dikti.net.files.sisdiknas.pdf.
Didownload pada tanggal 07 November 2010.
Zamroni. Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi (Prakondisi Menuju Era Globalisasi). Jakarta; PSAP Muhammadiyah. 2007.
Zamroni. Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi (Prakondisi Menuju Era Globalisasi). Jakarta; PSAP Muhammadiyah. 2007.
Posted : 29 Juni 2014
By : Pakdhe Keong
0 komentar: