DEMOKRASI DAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN Oleh : EKA YANUARTI, M.Pd.I
DEMOKRASI
DAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Oleh :
EKA YANUARTI, M.Pd.I
ABSTRAK
Demokrasi pendidikan adalah mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah
setempat, masyarakat dan orang tua untuk saling bahu-membahu
menyelenggarakan pendidikan yang dikehendaki bagi anak-anaknya, dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan umum yang berlaku.
Desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan kekuasaan dan wewenang
yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusan
sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan, beserta
masyarakat, pengelola dan pengguna pendidikan itu sendiri namun harus tetap
mengacu kepada tujuan pendidikan nasional sebagian dari upaya pencapaian tujuan
pembangunan nasional. .
Kata kunci: Demokrasi dan desentralisasi pendidikan
Reformasi pendidikan, meskipun
dikatakan oleh Surakhmad dalam buku Hardiyanto (2004:40) secara psikologis dan
politis dirasakan amat terlambat dan secara teknisi dikatakan terlalu cepat,
pada dasarnya merupakan salah satu tekad dan gebrakan bangsa Indonesia yang
harus tetap dijaga untuk melakukan perbaikan kualitas sumber daya manusia
Indonesia. Dari kondisi itu tidak mengherankan kalau kualitas pendidikan di
Indonesia masih sangat memperhatinkan, berada pada urutan rendah dibanding
dengan pendidikan di negara-negara lain baik pada tingkat regional maupun internasional.
Sebagai usaha untuk memperbaiki
kualitas sumber daya manusia Indonesia, pemerintah Indonesia melaksanakan
keinginan reformasi dan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Wacana
demokrasi dan desentralisasi pendidikan ini dimunculkan sebagai antisipasi
terhadap masa depan yang semakin kompetitif di mana perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat.
Makalah sederhana ini akan membahas
mengenai bagaimana munculnya demokrasi dan desentralisasi pendidikan, apa
makna dari demokrasi dan desentralisasi pendidikan, serta pelaksanaanya di
Indonesia.
B. Pembahasan
1. Demokrasi Pendidikan
a.
Munculnya
Demokrasi Pendidikan
Tantangan terbesar dalam dunia pendidikan adalah pemberlakuan era
globalisasi, namun di sisi lain era tersebut akan memberikan peluang yang cukup
besar dalam mengembangkan peran pendidikan dalam nuansa universal. Pendidikan
pada era global mengharuskan suatu peran yang serba instan, baik dari segi
pembaruan manajemen, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
nilai-nilai kebudayaan yang progresif.
Penerapan demokrasi dalam sektor pendidikan merupakan suatu kerangka
yang dapat menyerap berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat dalam berbagai
kondisi heterogenitas, budaya, agama, serta geografis. Hal ini diharapkan agar
pendidikan lebih mengedepankan keberagaman metode pendidikan yang mampu
mengembangkan kemampuan masyarakat daerah secara professional serta dapat
mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam pergaulan nasional, maupun
internasional.
Demokrasi yang dikenal luas sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat, ditandai dengan adanya pengakuan dan praktek persamaan hak dan
kewajiban dalam masyarakat luas. Pendidikan berjasa dalam membentuk pondasinya
seperti rakyat yang tahu hak dan kewajibannya, rakyat yang mengakui persamaan
kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, membuka kesempatan yang luas bagi
semua lapisan masyarakat dalam mencapai persamaan, dan membentuk rakyat yang
kritis.
Pendidikan tidak saja memungkinkan tumbuhnya alam demokrasi, tetapi juga
membuat demokrasi menjadi hal yang utama untuk hadir di tengah kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Konsekuensi penerapan demokrasi dalam pendidikan berarti
menjamin mengembangkan kebebasan akademik. Artinya pola penyelenggaraan
pendidikan harus dapat memberikan kebebasan kepada seluruh elemen pendidikan
dalam mengemukakan pendapat dan menghargai perbedaan pendapat, sehingga
masyarakat belajar akan terbiasa dengan pengembangan daya nalar yang kritis dan
progresif.
Penerapan demokrasi dalam dunia pendidikan dilandasi oleh adanya
kesedaran akan keberagaman kondisi masyarakat, dimana sistem pengelolaan pemerintahan
dalam menangani masalah pendidikan diarahkan pada prinsip desentralisasi. Hal
ini kian menyampingkan kebijakan sentralisasi yang diterapkan pada era orde
baru. Komitmen penerapan demokrasi pendidikan di Indonesia dalam mengemban misi
reformasi total, diterbitkan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah.
Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih luas
kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendir atas dasar
prakarsa dan partisipasi masyarakat.
b.
Pengertian
Demokrasi Pendidikan
Perkataan “demokrasi” berasal dari dua
kata Yunani, yaitu demos berarti rakyat dan cratein yang berarti
memerintah. Jadi, dilihat dari asal katanya, demokrasi berarti pemerintah
berasl dari rakyat, dilaksanakan rakyat, dan untuk kepentingan rakyat
(M.Sirozi, 2005:155).
Demokrasi pendidikan menurut Hasbullah, (2005:244) adalah
pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan
yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidikan dan anak
didik, serta juga dengan pengelola pendidikan.
Demokrasi pendidikan di sini bisa
diartikan mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat
dan orang tua untuk saling bahu-membahu dalam menyelenggarakan pendidikan yang
dikehendaki bagi anak-anaknya, dengan berpedoman padaketentuan-ketentuan
umum yang berlaku.
c.
Prinsip-Prinsip
Demokrasi dalam Pendidikan
Pengembangan demokrasi pendidikan yang
dikembangkan berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, berarti itu akan
selalu memperhatikan prinsip-prinsip berikut yang dikemukakan oleh M.
Djumberansyah Indar (1994:118) adalah:
1) Menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya.
2) Wajib menghormati dan melindungi hak
asai manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur.
3) Mengusahakan
suatu pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemapuan pribadinya dalam rangka
mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan Iptek tanpa merugikan
pihak lain.
Prinsip-prinsip dalam demokrasi pendidikan yaitu : adanya kesamaan hak dan
kewajiban setiap warga negara, adanya kebijakan yang dilandasi oleh prinsip
buttom-up, adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, serta
berlakunya transparansi dan akuntabilitas publik, (Iyank, 2008, demokrasi
dan pendidikan (http://www.demokrasi_pendidikan.com))
1)
Adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara.
Pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga
negara untuk memperoleh pendidikan. Perlakuan proses penyelenggaraan pendidikan
harus diarahkan pada keberagaman potensi individu peserta didik, di mana mereka
diberikan kebebasan untuk mampu mengekspresikan diri dalam potensi berpikir,
bertindak, dan berinovasi.
2) Adanya arah
kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up.
Prinsip kebijakan dari bawah ke atas pimpinan, dalam dunia pendidikan
memberikan konsekuensi terhadap keterlibatan aktif seluruh komponen peserta
didik, orang tua, tenaga kependidikan, kepala sekolah, masyarakat, dan
pemerintahan setempat. Keadaan ini mencerminkan berlakunya
asas desentralisasi melalui prinsip penerapan otonomi daerah.
3)
Adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
Bentuk partisipasi dalam demokrasi pendidikan adalah berusaha melibatkan
diri dalam proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan
mutu pelayanan pendidikan. Hal ini sebagaimana prinsip yang diterapkan dalam
manajemen berbasis masyarakat (School based community).
4)
Berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Demokrasi pendidikan pada hakikatnya harus dilaksanakan atas prinsip
memperhatikan kebutuhan perkembangan tuntutan masyarakat dan lingkungan. Di
sisi lain, pendidikan dalam era demokrasi memberikan wahana bagi pembentukan
nasib dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dalam implementasinya,
pendidikan akan diarahkan pada kebijakan yang lebih transparan, serta memiliki
komitmen bagi akuntabilitas publik.
Memperhatikan prinsip di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai
penentu keberhasilan pelaksanaan demokrasi, dan demokrasi akan memberikan
keberhasilan kualitas pendidikan. Hal tersebut lebih memberikan pada makna
peranan sumber daya manusia dalam menjalankan nilai-nilai kemasyarakatan.
Semakin tinggi kualitas masyarakat sebagai hasil proses pendidikan, semakin
besar kemungkinan masyarakat mengerti tentang penerapan sistem demokrasi pada
suatu bangsa.
d.
Pelaksanaan
Demokrasi Pendidikan di Indonesia.
Sebenarnya bangsa Indonesia telah
menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikan sejak
diproklamasikannya kemerdekaan hingga masa sekarang ini. Pelaksanan tersebut
telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terutama dalam
Undang-Undang dasar 1945 pasal 31 berbunyi :
1) Tiap-tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran.
2) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan
undang-undang. (Hasbullah,2005:205)
Pelaksanaan demokrasi
pendidikan tidak hanya terbatas pada pemberian kesempatan belajar tetapi juga
mencakupi fasilitas pendidikan sesuai jenis dan jenjang pendidikan yang
dibutuhkan masyarakat dengan tetap berorientasi pada peningkatan mutu, dan
keserasian antara pendidikan dengan lapangan kerja yang tersedia.
Semua lapisan masyarakat melalui lembaga-lembaga sosial dan keagamaan akan
mungkin menyelenggarakan pendidikan dengan mengikuti petunjuk arah dan pedoman
yang telah dibuat dan disepakati sebagai standar dalam keseragaman pelaksanaan
pendidikan.
e. Hambatan-Hambatan
dalam Demokrasi Pendidikan
Penerapan demokrasi dalam pendidikan, disamping memberikan peluang
kepada kemajuan penyelenggaraan, juga memberikan beberapa aspek kelemahan dalam
tataran pelaksanaannya. Beberapa kelemahan
pelaksanaan demokrasi dalam pendidikan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu rendahnya
keperdulian masyarakat terhadap pendidikan, Rendahnya
kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan, Rendahnya
pembiayaan pendidikan, dan Tantangan kehidupan Global. (Iyank, 2008,
demokrasi dan pendidikan (http://www.demokrasi_pendidikan.com)).
1)
Rendahnya keperdulian masyarakat terhadap pendidikan.
Secara umum, kondisi masyarakat dalam melihat peran pendidikan hanya
sebatas strategi formalistik untuk memperoleh gelar tertentu. Di sisi lain,
peran pendidikan pun masih belum banyak menyentuh terhadap kebutuhan masyarakat
secara riil. Rendahnya keperdulian masyarakat terlihat dari
menurunnya tingkat partisipasi terhadap standar kualitas yang diinginkan, baik
secara fisik maupun bobot lulusan. Pendidikan sering dipandang hanya sebatas
tanggung jawab pemerintah, padahal pendidikan yang bermutu sangat memerlukan
peran aktif seluruh komponen masyarakat, baik dalam segi perancangan kurikulum,
materi pembelajaran, proses pendidikan, dan pembiayaan
2)
Rendahnya kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan.
Proses penyelenggaraan pendidikan masih menitikberatkan pada kondisi
pembelajaran yang bersifat doktrinisasi. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh
sistem sentralisasi kewenangan pada masa orde baru dalam membentuk sistem
pendidikan sebagai komoditas politik dan ekonomi. Pada masa transisi dalam era
reformasi, upaya memperbarui pola penyelenggaraan pendidikan ke arah demokrasi,
nampaknya masih memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena dibutuhkan suatu
langkah penyesuaian kebijakan sekaligus peran tenaga kependidikan dan manajemen
sekolah yang mengerti terhadap prinsip dasar demokrasi pendidikan.
3)
Rendahnya pembiayaan pendidikan.
Komponen masalah yang terbesar dalam mengejar kualitas pendidikan
bertumpu pada faktor pembiayaan. Untuk menumbuhkembangkan kondisi pembaruan
pendidikan ke arah demokrasi tentu memerlukan biaya yang cukup besar, baik bagi
kepentingan peningkatan kualitas tenaga kependidikan, maupun sarana pendukung
proses pembelajaran.
4) Tantangan
kehidupan Global.
Derasnya era globalisasi yang memberikan proses percepatan pembaruan
sistem pendidikan, telah banyak menciptakan suatu tantangan sekaligus pula
peluang dalam persaingan global. Penerapan demokrasi dalam sistem pendidikan
nasional perlu memperhatikan aspek perkembangan dunia internasional, baik dalam
proses pelaksanaan pendidikannya, maupun kualitas lulusan yang lebih universal.
Kendati pendidikan diterapkan dalam mekanisme otonomi daerah dengan asas desentralisasi,
namun sebaiknya tetap
melihat aspek standar kualitas global, sehingga diharapkan dalam
perkembangannya mampu menciptakan inovasi baru baik dari segi pengetahuan,
maupun kesenaian dan kebudayaan daerah yang mampu berperan dalam percaturan
global.
2. Desentralisasi
Pendidikan
a.
Munculnya
Desentralisasi Pendidikan
Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan
suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi
serta sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan
memberikan nuansa kehidupan yang cerdas pula, secara progresif akan membentuk
kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar dalam
proses pembangunan di suatu negara, baik dari aspek ekonomi, politik, sosial,
dan budaya.
Terbentuknya kualitas pendidikan yang dapat mengantarkan masyarakat pada kecerdasan dan kemandirian, diperlukan kerangka sistem penyelenggaraan pendidikan yang meliputi kejelasan arah kebijakan yang ditetapkan. Arah kebijakan pendidikan di Indonesia meliputi:
Terbentuknya kualitas pendidikan yang dapat mengantarkan masyarakat pada kecerdasan dan kemandirian, diperlukan kerangka sistem penyelenggaraan pendidikan yang meliputi kejelasan arah kebijakan yang ditetapkan. Arah kebijakan pendidikan di Indonesia meliputi:
1) Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Meningkatkan
kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan
tenaga kependidikan.
3) Melakukan
pembaruan sistem pendidikan termasuk pembaruan kurikulum.
4) Memberdayakan
lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah.
5) Melakukan
pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6) Meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun
pemerintah.
7) Mengembangkan
kualitas sumber daya manusia sedini mungkin seara terarah, terpadu, dan
menyeluruh.(Iyank, 2008, desentralisasi pendidikan
(http://www.desentralisasi_pendidikan.com))
Penetapan
arah kebijakan sektor pendidikan di Indonesia, dilandasi oleh pembaruan kebijakan
publik yang memberikan otonomi daerah. Hal tersebut sebagai wujud pelaksanaan
tuntutan reformasi yang diawali dari adanya beberapa perubahan dalam berbagai
bidang kehidupan, baik politik, moneter, hankam, dan kebijakan mendasar
lainnya. Keinginan pemerintah dalam mengejawantahkan pelaksanaan UU nomor 22
tahun 1999 tentang otonomi daerah, dan UU nomor
25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, mengarahkan sektor
pendidikan pada desentralisasi kebijakan dengan tingginya partisipasi aktif
masyarakat.
Menurut Fiske (1998:24-27)
sekurang-kurangnya ada empat alasan rasional diterapkannya sistem
desentralisasi sebagai sistem penyelenggaraan sosial, termasuk pendidikan :
1) Alasan politis,
yakni untuk mempertahankan stabilitas dalam rangka memperoleh legitimasi
pemerintah pusat dari daerah, sebagai wujud penerapan ideologis sosialis dan
untuk menumbuhkan kehidupan demokratis.
2) Alasan
sosio-kultural yakni untuk memberdayakan potensi masyarakat lokal.
3) Alasan teknis
administrasf dan paedagogis, seperti untuk manajemen lapisan tengah, agar dapat
membayar gaji tepat waktu dan untuk meningkatkan antusiasisme guru dalam proses
belajar mengajar.
4) Alasan
ekonomi-finansial seperti meningkatkan sumber daya tambahan untuk pembiayaan
pendidikan dan sebagai alat pembangunan ekonomi.
Konsep
desentralisasi merupakan suatu kerangka kewenangan kebijakan pengelolaan
pendidikan yang menggeser paradigma sentralisasi semasa pemerintahan orde baru.
Konsep desentralisasi dan sentralisasi mengacu pada sejauh mana wewenang
dilimpahkan, dari suatu tingkatan manajemen kepada tingkatan manajemen
berikutnya yang berada di bawahnya, atau tetap ditahan pada tingkat puncak
(sentralisasi).
Landasan filosofi desentralisasi pendidikan di Indonesia mencakup
Pancasila, prinsip demokrasi, dan otonomi daerah. Dasar pemberlakuan
desentralisasi adalah ditetapkannya otonomi daerah dalam mekanisme pengambilan
keputusan dalam pemerintahan di Indonesia. Secara riil,
desentralisasi pendidikan hakikatnya dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam konteks demokrasi pada setiap daerah, di mana segala bentuk
kebijakan harus diawali oleh format buttom up (bawah ke
atas). (Iyank, 2008, desentralisasi pendidikan
(http://www.desentralisasi_pendidikan.com)).
Pendekatan desentralisasi pendidikan pada masa sekarang ini merupakan suatu
langkah yang logis, karena pelaksanan sentralistik kini dirasakan tidak dapat
lagi memenuhi kebutuhan. Dengan memberikan wewenang kepada daerah untuk mengatur
pendidikan nya sendiri dapat meningkatkan mutu pendidikan khususnya di daerah
masing-masing.
b.
Pengertian
Desentralisasi Pendidikan
Menurut Burnett et al, yang dikutip
oleh M.Sirozi (2003:83) desentralisasi pendidikan adalah otonomi untuk
mengunakan input pembelajaran sesuai dengan tuntunan sekolah dan komunitas yang
dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tua dan komunitas.
Pengertian desentralisasi pendidikan
menurut Sufyarma (2003:83) adalah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan
pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. Pelaksanaan desentralisasi
pendidikan yang dilatarbelakangi oleh setiap daerah memiliki sejarah sendiri,
kondisi dan potensinya sendiri yang berbeda tentang keadaan dirinya,
permasalahannya dan aspirasinya. Daerah berfungsi untuk menyusun rencana,
merumuskan kebijaksanaan, mengambil keputusan, dan menentukan langkah-langkah
pelaksaan pendidikan di daerah.
Desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan kekuasaan dan wewenang
yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusan
sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan, beserta
masyarakat, pengelola dan pengguna pendidikan itu sendiri namun harus tetap
mengacu kepada tujuan pendidikan nasional sebagian dari upaya pencapaian tujuan
pembangunan nasional. .
c.
Tujuan
Desentralisasi Pendidikan
Menurut Winkler, desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial dan effisiensi tehnikal. Pendapat ini ditopang oleh argumentasi bahwa
tanggung jawab sosial yang lebih besar lebih banyak berkaitan dengan
pengambilan keputusan di tingkat lokal (M.Sirozi, 2005:236).
Menurut N. McGinn dan T.Welsh
(2003:19-21) desentralisasi diusulkan dalam rangka :
1) Meningkatkan
pendidikan secara langsung
2) Meningkatkan
Penyelenggaraan sistem pendidikan
3) Mengubah sumber
daya dan jumlah dana yang tersedia bagi pendidikan
4) Memanfaatkan
pemerintah pusat
5) Memanfaatkan
pemerintah lokal.
Dengan demikian desentralisasi
pendidikan di Indonesia mengacu pada pemberian
kewenangan kebijakan dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah
kabupaten/kota. Tujuan diberlakukannya desentralisasi adalah terwujudnya
pemerataan kesempatan pendidikan dengan tercapainya program wajib belajar 9
tahun, adanya pengembangan keberagaman potensi peserta didik dan lingkungan
dalam konteks kurikulum diversifiksi yang disesuaikan dengan kebutuhan
setempat, meningkatnya partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, serta
sistem penyelenggaraan pendidikan yang lebih efektif dan efesien.
Oleh karena itu,
desentralisasi merupakan program peningkatan tanggung jawab yang lebih besar untuk
pemerintahan tingkat porvinsi dan kabupaten dalam mencapai tujuan-tujuan
Pendididikan. Jadi jelaslah bahwa tujuan utama desentralisasi pendidikan adalah upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
d.
Pelaksanaan
desentralisasi Pendidikan di Indonesia
Secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan, yaitu: pertama,
desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan
dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan kedua,
desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih
besar di tingkat sekolah.(Abdurahmansyah,2005:150)
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia menitikberatkan pada
sektor pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat pada kabupaten/kota. Bentuk
pelimpahan kewenangan mengacu pada pelaksanaan otonomi daerah, dimana
pemerintahan kabupaten/kota beserta masyarakat diupayakan dapat menggali
potensi sumber daya yang tersedia dengan penuh tanggung jawab. Komponen-komponen
sektor pendidikan yang dapat dipertimbangkan untuk didesentralisasikan adalah
sebagai berikut:
Pengembangan konsepsi desentralisasi pendidikan di Indonesia dikemas
dalam program pendidikan school based management dan School based community.
Partisipasi masyarakat dalam konteks MBS dan MBM diwadahi melalui komite/dewan
sekolah yang memiliki peran sebagai berikut:
1) Pemberi pertimbangan (advisory
agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
2) Pendukung (supporting agency),
baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan.
3) Pengontrol (controlling agency)
dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran
pendidikan.
4) Mediator antara pemerintah
(eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan masyarakat.(H.A.R.
Tilaar,2004:30)
Agar pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat efektif, diperlukan
unsur poros-poros perumusan desentralisasi pendidikan yang meliputi: wawaswan
nusantara, asas demokrasi, kurikulum, tenaga kependidikan, PBM, efesiensi,
pembiayaan, dan partisipasi. Dengan demikian, desentralisasi pendidikan dapat
terlaksana dengan baik apabila ditunjang oleh perangkat peraturan perundangan
yang memadai, model pelaksanaan yang memberikan keleluasaan kewenangan dalam
proses penetapan manajerial pendidikan, serta adanya dukungan kuat dari
partisipasi masyarakat.
e.
Hambatan-Hambatan
dalam Desentralisasi Pendidikan
Kebijakan ini juga memiliki sisi kelemahannya, antara lain adalah:
1) Tidak meratanya
kemampuan dan kesiapan pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakan
desentralisasi pendidikan, khususnya pemerintah daerah di wilayah
terpencil. Bahkan untuk wilayah tertentu implementasi kebijakan
desentralisasi pendidikan secara penuh justru cenderung menjadi masalah
tersendiri di daerah tersebut.
2) Tidak meratanya kemampuan keuangan daerah (Pendapatan Asli
Daerah) dalam menopang pembiayaan pendidikan di daerahnya masing-masing,
terutama daerah-daerah miskin.
3) Belum adanya pengalaman dari masing-masing pemerintah
daerah untuk mengatur sendiri pembangunan pendidikan di daerahnya sesuai dengan
semangat daerah yang bersangkutan. Sehingga dikhawatirkan implementasi
kebijakan desentralisasi pendidikan akan dijadikan komoditas bagi pemerintah
daerah tertentu untuk tujuan-tujuan jangka pendek.
4) Belum bersihnya aparat birokrasi dari mentalitas dan
budaya korupsi.
5) Belum jelasnya pos-pos anggaran untuk pendidikan
(http:www//desentralisasi-pendidikan_diIndonesia.com)
Hambatan-hambatan yang ada pada pelaksanaan desentralisasi pendidikan lebih
kepada permasalahan kesiapan bangsa kita sendiri mulai dari kesiapan mental
para pelaku dan penyelenggara pendidikan, kesiapan sumber daya manusia yang
masih terbatas, serta kesiapan sumber dana yang belum mencukupi.
f. Dampak
Desentralisasi Pendidikan
Dampak dalam desentralisasi
pendidikan adalah :
1) Memberdayakan
sekolah dan masyarakat untuk menentukan programnya.
2) Desentralisasi dapat mencapai efesiensi yang diperoleh
melalui keleluasaan mengelola sumberdaya secara optimal.
3) Menumbuhkan dan mengembalikan hak demokrasi pada tingkat
institusi lokal.
4) Lebih besar peluang meningkatkan kesejahteraan guru.
5) Mendorong profesionalisme kepala sekolah dan guru.
6) Mendorong guru lebih kreatif melakukan inovasi pengajaran.
7) Lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat
setempat, menjamin kualitas pelayanan terhadap siswa dan masyarakat.
8) Penyederhanaan birokrasi, dan sebagainya dengan
demikian terbuka peluang bagi masyarakat ikut serta meningkatkan kualitas
kegiatan pendidikan
(http://tenagakependidikan.blogspot.com/2009/03/desentralisai_pendidikan_07.html).
Akan tetapi di lain pihak, desentralisasi dapat menciptakan ketidaksertaan
antar sekolah dan antar daerah. Pada tingkat lokal, desentralisasi dapat
melahirkan banyak pilihan bagi sekolah dan orang tua, memperbanyak ragam sumber
pendanaan, dan memperbesar akses terhadap informasi sehingga pada gilirannya
akan dapat melahirkan beragam metode, kriteria, pilihan-pilihan dan tentu saja
hasil. Secara perlaha-lahan, keragaman ini akan menimbulkan ketidaksetaraan
antar sekolah antar daerah.
Jadi desentralisasi pendidikan dapat
mendorong terciptanya kemandirian dan rasa percaya yang tinggi kepada
pemerintah daerah yang pada gilirannya akan membuat pemerintah daerah berlomba
meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat di daerahnya sendiri.
C.
Kesimpulan
Paradigma pendidikan yang mengarah pada era demokrasi
banyak memberikan konsekuensi logis dalam mempersiapkan kondisi masa transisi
budaya. Masyarakat yang mengalami situasi demokrasi umumnya lebih menghargai
perbedaan pandangan dan keberagaman status sosial. Demokrasi pendidikan tidak
terlepas dari peran aktif seluruh komponen masyarakat dalam menentukan arah dan
sasaran kualitas yang diinginkan. Dengan kata lain, demokrasi
pendidikan sangat terkait dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat
dalam menentukan kebijakan pendidikan, melalui mekanisme buttom-up.
Konsep desentralisasi pendidikan
memberikan keleluasaan kewenangan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk
mengatur dan mengelola pendidikan di Wilayahnya. Proses kebijakan pemerintah
daerah dalam dunia pendidikan harus melibatkan peran serta masyarakat, sebagai
salah satu amanat dari diberlakukannya otonomi daerah.
Alasan utama diberlakukannya
desentralisasi pendidikan adalah mengubah paradigma pendidikan sentralistis
pada desentralisasi. Hal tersebut sebagai alternatif pengembangan keberagaman
potensi pendidikan yang tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, sehingga
suatau saat diharapkan dapat membentuk citra dan kewibawaan pendidikan sebagai
motor penggerak bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Dafatr Pustaka
Abdurrahmansyah, 2005, Wacana Pendidikan Islam, Jogjakarta:Global
Pustaka Utama.
Albab Ulil, 2005,Analisis Swot Kebijakan Desentralisasi Pendidikan di
Indonesia, (http://www.desentralisasi_pendidikan_diIndonesia.com)
Alisjahbana.Armida.S, 2000, Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan,
(http://www.desentralisasi_pendidikan.com)
Djumberansyah.
M, 1994, Filsafat Pendidikan, surabaya:Karya Abditama.
Fiske. Edward B., 1998, Desentralisasi pengajaran : politik dan
konsensus, terjemahan A.B. Basilius Bengote, Jakarta:Grasindo.
Hardiyanto, 2004, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di
Indonesia, Jakarta:Rineka Cipta.
Hasbullah,
2009, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali pers.
Iyank, 2008, desentralisasi
pendidikan (http://www.desentralisasi_pendidikan.com)
Iyank, 2008, demokrasi
dan pendidikan (http://www.demokrasi_pendidikan.com)
McGinn. N dan
T.Welsh, 2003, Desentralisasi Pendidikan, Jakarta: logos
Mintarsih.
Danumiharja, 2007, Desentralisasi Pendidikan, diambil tanggal 15 Oktober
2009,dalam(http://tenagakependidikan.blogspot.com/2009/03/desentralisai_pendidikan_07.html).
M. Sufyarman,
2003, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Bandung:Alfabeta.
Sirozi. M,
2005, Politik Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo persada..
Tilaar. H.A.R,
2004, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta.
UU No.22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah.
UU No.25
tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah,
Posted by ; Pakdhe keong
01 Desember 2014
Sumber :
0 komentar: