JABARIYAH DAN QODARIYAH

JABARIYAH DAN QODARIYAH





PENDAHULUAN


a. Jabariyah
            Kaum Jabariyah berpendapat sebaliknya dari Qadariyah, manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini terikat pada Kehendak Mutlak Tuhan. Jadi nama Jabariyah berasal dari kata ‘jabara’ mengandung arti memaksa.
Di dalam aliran ini memang terdapat paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa, paham ini biasa disebut juga fatalism atau predestination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qada dan qadar Tuhan

 
b. Qadariyah
            Qadariyah berasal dari kata ‘qadara’ yang berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan. Hal ini terlihat dalam pokok pikiran Qadariyah yang lebih menekankan pada kebebasan dan kekuatan manusia dalam menentukan atau mewujudkan perbuatan-perbuatannya tanpa ada campur tangan Tuhan. Beberapa tokoh ulama aliran ini adalah Ma’bad al Juhani dan Ghailan al Dimasyqi, kedua tokoh inilah yang pertama kali mempersoalkan tentang qadar, namun keduanya juga mati terbunuh.
Aliran Qadariyah dan Jabariyah, keduanya membahas masalah perbuatan manusia, namun punya perbedaan dalam penentuan hasil dari perbuatan itu, apakah manusia punya kebebasan sepenuhnya atau ada campur tangan Tuhan di dalamnya.
Dalam hal ini, kita bisa mengetahui asal-usul,para pemuka dan dokrin-dokrinya yang akan dibahas.



PEMBAHASAN


A.    Asal-Usul Jabariyah

Kata jabariah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Di dalam Al-Munjid, di jelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. [1]
Dalam bahasa Inggris, jabariyah disebut fatalisme, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan. [2]
Untuk mengenai asal-usul kemunculan dan perkembangan jabariyah, ada yang melahirkan dan menyebarluaskan faham al-jabar dan dalam situasi apasaja faham ini muncul.
Faham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh jahm bin shufwan dari khusaran. [3] Namun, dalam perkembangannya,faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin dirrar.

1.      Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin-Doktrinnya
Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian, kelompok ekstrim dan moderat. Di antara totoh-tokoh Jabariyah ekstrim ialah sebagai berikut:
a.       Jahm bin Shufwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut:
1.      Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentangketerpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan(nafyu as-sifat), dan melihat Tuhan di akhirat.
2.      Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
3.      Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murji’ah.
4.      Kalam Tuhan adalah makhluq. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaandengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitupula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.

            Dengan demikian beberapa hal, pendapat Jahm hampir sama dengan Murji’ah, Mu’tazilah, dan As-Ariah. Itulah sebabnya para pengkritik dan sejarawan menyebutnya dengan Al-Mu’tazili, Al-Murji’i dan Al-Asy’ari.

b.      Ja’d bin dirham
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Ghuraby Menjelaskannya sebagai berikut : [4]
1.      Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.
2.      Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
3.      Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya


B.     Asal-Usul Kemunculan Qadariyah

Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan.[5] Adapun merurut pengertian terminology, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu dan meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.[6]
Harun Nasution menegaskan bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar Tuhan.[7]
Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasqy. Ma’bad adalah seorang Taba’i yang dapatdipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bashri. [8]

1.       Doktrin-Doktrin Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang  melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.[9]0]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahqa doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendakya sendiri.
            Faham takdir dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya.
            manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhdap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-Qur’an sunnatullah. [10]
            Kaum qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Dalam dokrin-dokrin ini mempunyai tempat bijakan dalam dokrin Islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang dapat mendukung pendapat ini misalnya dalam surat Al-Kahfi [18]: 29:

                                                          {       الكهف}      فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر

Atinya:
“katakanlah, kebenaran dari Tuhanmu barang siapa yang mau, berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir, biarlah kafir.”
(Q.S Al-Kafi [18]:29)



KESIMPULAN


Aliran Qadariyah dan Jabariyah, keduanya membahas masalah perbuatan manusia, namun punya perbedaan dalam penentuan hasil dari perbuatan itu, apakah manusia punya kebebasan sepenuhnya atau ada campur tangan Tuhan di dalamnya.

            Jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu: Jahm bin Shufwan dan Ja’d bin dirham. Para tokoh paham jabariyah yaitu:
a.       Jahm bin safwan.
b.      Ja’d bin dirham.
c.       Dlirar bin umar.
d.      Husein bin muhammad an-najjar.

 

DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Siradjuddin. 2006. I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.Jakarta Selatan: Pustaka Tarbiyah.

Al Misri, Abdul Hadi Muhammad. 1994. Manhaj dan Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Jakarta : Gema Insani Press.
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,UI Press, Jakarta, 1986.




[1] Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-Alam. Beirut, Dar Al-Miasyris, 1998, halm.78.
[2] Harun Nasution, Teori islam, halm. 31.
[3] Ibad, hlm. 33.
[4]  Al-Ghurabi, op., hlm.28-29.
[5] Luwis Ma’luf Al-Yusu’I, Al-Munjid, Al-Khatahulikiyah, Beirut 1945, hlm. 436.
[6] Al-Yusu’I, op. cit., hlm. 31.
[7] Nasution, Teologi Islam…hlm. 31
[8] Ibid.
[9] Harun  Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm.31.
[10] yunanYusuf, Alam Pikiran Islam, Jakarta, 1990 hlm. 25.






Article By :  - M. Badi Unnu Sabi, S.Pd.I
                   - Devi Arina Suliana, S.Pd.I
                   - Miftah, S.Pd.I
Pembimbing : Nur Mukhlis Zakaria, M.Ag
Posted By    : Pakdhe Keong
                    21 September 2014

0 komentar: