Makalah Perkembangan Islam Pada Masa Kerajaan Syafawiyah Di Persia
Makalah Perkembangan
Islam Pada Masa Kerajaan Syafawiyah Di Persia
BAB 1
PENDAHULUAN
Mempelajari sejarah
perkembangan islam tak bisa dilepaskan dari peran beberapa kerajaan islam.
mulai dari masa awal islam berdiri. Meski saat itu tidak berupa kerajaan
(Monarkhi ), masa Khulafa’ arrosidin islam adalah Negara besar yang berpusat di
madinah.
Kemudian Masa Dinasti Bani Umayah
dilanjutkan oleh dinasti Abbasyiyah sampai kemunculan kerajaan Turki Usmanni
(Ottoman ) di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia dan Mughal di India.
Dalam pembahasan makalah ini, kami
akan mengkaji perkembangan islam pada masa kerajaan Syafawiyah di Persia ( Iran
saat ini ) mulai sejarah berdirinya dan perkembangan politik masa itu, kemajuan
yang dicapai dan sebab kemundurannya. Lahirnya Dinasti Syafawi adalah kebangkitan
kembali kejayaan islam ketika islam sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan[1].
Yaitu masa sebelum serbuan bangsa mongol.
Blitar, 12 Maret 2011
Penyusun
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
belakang terbentuknya kerajaan Syafawi .
Nama Syafawi menurut Sayid
Amir Ali berasal dari kata Shafi, suatu gelar bagi nenek moyang raja raja
Syafawi yakni Syafi Al Din Ishak Al Ardabil, pendiri dan pemimpin tharekat
Syafawiyah[2].
Pada mulanya Syafawi
adalah sebuah kelompok Tharekat yang muncul di kota Ardabil, sebuah kota di
Negara Azerbaijan, kawasan Asia Tengah sekarang. Tharekat ini memiliki nama
yang sama dengan pendirinya yaitu Syafi’ Al Din yang hidup antara 1252 – 1334
M.
Syafi’ Al Din masih
memiliki garis keturunan dengan Musa Al Kadzim ( Imam Syiah Keenam ) ketika
usianya 25 Tahun ia berguru pada Tajuddin Ibrahim Zahidi yang dikenal dengan
julukan Zahid Al – Ghilani. Meski berasal dari kalangan berada Shafi’ Al – Din
lebih memilih kehidupan sufi sebagai jalan hidupnya.
Karena pentasnya dalam kehidupan tasawuf Shafi’ Al Din
diambil menantu oleh gurunya tersebut. Tarekat Syafawiyah didirikan oleh Shafi
Al Din pada tahun 1301 M. Yaitu saat dia menggantikan mertua sekaligus gurunya
Tajuddin yang wafat tahun 1301 M.
Pada mulanya gerakan Taswuf Syafawiyah bertujuan
memerangi orang orang yang ingkar, golongan ahli ahli bid’ah. Tarekat ini
berkembang pesat seteah ia mengubah bentuk dari pengajian tasawuf murni menjadi
gerakan keagamaan yang berpengaruh besar di Persia, Syiria dan Anatolia. Di
luar negeri Ardabil Safi’ Al Din menempatkan seorang wakil wakil yang bergelar
“khalifah[3]”.
Lama kelamaan murid murid
thariqot ini berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaannya
dan menentang setiap orang yang tidak mengikuti fahamnya. Kian lama mereka kian
mengatur kekuasaan dan disiplin, sehingga menimbulkan kecurigaan pada pihak
kerajaan yang berkuasa. Melihat bahaya
ini pada tahun 1360 M, pemimpinnya Syeikh Sadrudin bin Syeikh Safiyudin
ditangkap dan dipenjara atas perintah Gebernur negeri Azerbeijan. Setelah itu
yang menggantikannya ialah putranya Syeikh Junaid, tetapi dalam hal ini
pamannya Ja’far, sehingga. Terpaksalah Syeikh Junaid Menyembunyikan diri di
Diyarbakr sampai disana dia dapat mengumpulkan dan memperkuat pengikutnya yang
kian lama kian banyak. Dia tinggal di Istana Uzun Hasan, yang ketika itu
menguasai sebagian besar Persia. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang
saudara perempuan Uzun Hasan.
Pada tahun 1459 M, Juneid
mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Tahun 1460 M, ia mencoba merebut
Sireassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Dan ia
pun terbunuh dalam peperangan tersebut.
Pada saat itu, istrinya
melahirkan seorang putra yang diberi nama Haidar. Dia diasuh dan didik oleh
ibunya dan Ouzun Hasan sampai dewasa dan sanggup memegang kembali pemerintahan
pusaka ayah dan nenek moyangnya itu. Kepemimpinan Syafawi baru diserahkan
secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat
setelah Haidar meminang salah satu cucunya. Dari perkawinan itu lahirlah
Isma’il pada tanggal 17 Juli 1487 M. Ismail inilah yang dipandang sebagai
pendiri yang pertama dari kerajaan Safawiyah.
Tahun 1476 M. A-K Koyunlu
( Domba putih ) menang atas Kara Konyulu (Domba hitam), membuat gerakan Safawi yang
dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh A – K Koyunlu dalam
meraih kekuasaan selanjutnya. Akan tetapi, Ak Koyunlu berusaha melenyapkan
kekuatan militer dan kekuasan Dinasti
Safawi. Karena itu, Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan. Ak Koyunlu
mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan
Haidar pun terbunuh dalam perang itu.
Dia wafat meninggalkan 3 orang putera. Pertama Ali, yang
tewas pada satu peperangan. Kedua Ismail dan ketiga Ibrahim. Karena takut
dianiyaya oleh musuh musuh ayahnya, beberapa lamanya Ismail dan Ibrahim di
sembunyikan oleh pengikutnya.
Sebelum Ali meninggal dia
sempat mengangkat adik bungsunya, Ismail bin Haidar yang waktu itu masih
berumur tujuh tahun untuk menjadi pemimpin gerakan Syafawi.
Meskipun ayahnya dulu belum mampu mewujudkan cita cita
gerakan Syafawi, namun ia sempat memberikan atribut kepada pendukungnya yakni
berupa serban merah yang berumbai dua belas, sehingga mereka terkenal dengan
sebutan kepala merah atau Qizilbas. Umbai
dua belas menunjukkan Syi’ah Immamiah dua belas yang menjadi panutannya[4].
Saat Ismail memangku gerakan Syafawi, dia baru berusia
tujuh tahun. Selam lima tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan
untuk mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pangikutnya di
wilayah Azerbaeijan, Syiria dan Anatolia.
Tahun 1500 M dia pergi ke Kiswin karena disana berkumpul
para pengikutnya yang kian lama kian banyak, terutama dari bangsa turki,
sehingga dia dapat menaklumkan jihad terhadap orang Kristen Georgia.
Di bawah pimpinan Ismail,
pada tahun 1501 M pasukan Qizilbash, menyerang dan mengalahkan Ak – Koyunlu di
Sharur, dekat Naikhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan
Tabriz, ibu Kota Ak – Koyunlu dan
berhasil merebut dan mendidiknya[5].
Pada tahun itu juga Ismail dengan penuh kemenangan
memasuki kota Tabris sambil memprokalamasikan berdirinya kerajaan Syafawi. Ia
sendiri kemudian menjadi raja pertamanya dan menjadikan Syi’ah Itsna Asyarah
sebagai Idiologi Negara[6].
Setelah Ismail I wafat dia digantikan oleh putranya yaitu
Tahmasp I ( 1524 – 1576 M ), yang saat dia naik tahta masih berusia enam tahun. Semasa Tahmasp I hidup, masa
kepemimpinannya lebih banyak dihabiskan untuk berperang melawan musuhnya, di
sebelah barat kerajaan Turki Ustmani dan di sebelah Timur Kerajaan Uzbek yang
dipimpin oleh ‘Ubaid Khan, putra dari Syaibani Khan yang dulu tewas oleh Sultan
Ismail I dalam sebuah peperangan.
Tidak kurang dari tujuh kali ‘Ubaid Khan melancarkan
serangan ke tanah Iran, sejak tahun 1525 sampai tahun 1540 M. negeri Hurat
banyak pula mendapat serangan , dan kadang kadang negeri Masyhad makam Al –
Arridho. Ketika itu, fanatic madzhab diantara Syiah dan Ahlussunnah sudah sampai
benar benar ke puncaknya[7].
Kedua musuh Thamasp tersebut adalah kaum Sunni yang sangat membenci Syi’ah, hingga
seolah kerajaan Syafawi dikeroyok oleh dua musuh yang sama sama bermazhab Ahlul
Sunnah.
Penngganti Thamasp adalah
Ismail II, sebenarnya selain dia ada putra Thamasp yang tertua, yaitu Muhammad
Khuda Banda, namun karena dia menderita kebutaan, maka Ismail lah yang terpilih
menjadi Raja.
Tetapi Syah yang baru ini rupanya sudah ditimpa sakit
jiwa karena terlalu lama dalam penjara, sehingga baru dirasanya kukuh
kedudukannya, yang terlebih dulu dilaksanakannya ialah membunuhi sekalian saudaranya.
Kecuali Muhammad Khunda Banda yang buta itu, karena dapat dilarikan orang.
Setelah itu diperintahkannya pula membunuhi anaknya yang terlepas hanyalah
putera Muhammad yang bernama Abbas
karena Pertolongan nasib belaka. Sebbab algojonya belum mau membunuh Abbas,
sebab dia ditangkap dalam bulan Romadhon[8].
Ismail II memangku kerajaan Syafawi hanya selama I tahun,
dia meninggal karena di racun. Pengganti Ismail II yaitu saudaranya yang tertua
Muhammad Khunda Bandah yang dulu selamat dari sapu bersih Ismail, yang pertama
yang dilakukan Muhammad adalah membunuh putra Ismail, Husain yang ketika itu
masih kecil dan menangkap ratu Perikhan Hanim yang dipandangnya menghalang
halangi tahta kerajaan yang seharusnya menjadi haknya.
Muhamad Khunda Bandah memerintah selama 10 tahun yaitu 1577
– 1587 M pada masa tiga raja ini, yaitu Thamasp I, Ismail II, Muhammad Khunda
Bandah, Kerajaan Syafawi berada dalam keadaan lemah. Karena seringnya berperang
dengan kerajaan Turki Usmani yang lebih kuat, serta terjadinya banyak
pertentangan antar kelompok dalam negeri.
Pengganti Muhammad Khunda Bandah
adalah Abbas putranya yang dulu lepas dari sapu bersih yang dilakukan Ismail
II, Abbas memaksa ayahnya untuk turun dari tahta, dan juga memerinthkan
mengorek mata kedua saudara laki lakinya agar dia aman dalam kekuasaanya.
Abbas Syah naik tahta pada
tahun 1558 M. saat usianya baru 17 Tahun, karena kebesarannya Abbas mendapat
gelar “Abbas Syah yang Agung”. Abbas menilai Negara menjadi lemah karena selalu
mendapat serangan dari kerajaan Turki, maka untuk membuat negaranya menjadi
kuat, dia merasa perlu memperkecil jumlah musuh.
Abbas Syah, mengadakan perjanjian damai dengan Turki
Usmani. Untuk mewujudkan sebuah perdamaian ini, Abbas terpaksa menyerahkan
Azerbeijan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan. Disamping itu, Abbas
berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam islam ( Abu bakar, Umar
Bin Khottob dan Ustman Bin Affan ) dalam khotbah khotbah jum’at, sebagai
jaminan atas syarat syarat itu, ia menyerahkan saudara sepupunya, Haidar Mirza
sebagai sandera di Istambul[9].
Disamping mengadakan perdamaian dengan Turki Ustmani,
Abbas yang Agung juga membentuk pasukan baru yang terdiri dari budak bekas
tawanan dari bangsa Kristen Georgia, Armenia dan Cisrchasia. Pasukan ini untuk menghilangkan
dominasi dari pasukan Qizilbash
Atas kerajaan Syafawi. Pasukan barunya ini
diberi nama Ghulam, yang dibentuk menjadi pasukan modern yang dilengkapi merima
atas bantuan dua orang inggris yaitu Sir Anthony Shearly dan Sir Robert
Shearly.
Usaha usaha yang dilakukan Abbas tersebut berhasil
membuat kerajaan Syafawi kuat kembali, Abbas I memusatkan perhatiannya untuk
merebut kembali wilayah kekuasaannya yang hilang, Tahun 1598 M dia menaklukan Heart, kemudian Marvdan
Balkh. Tahun 1602 M dia merebut Tibris, Sirwan dan Baghdad dari tangan Turki
yang masa itu dipimpin Sultan Muhammad III.
Sedangkan kota kota lain seperti Nakhchivan, Ganja, Eriven dan Tiflis
diuasai tahun 1605 – 1606 M. kemudian
tahun 1622 Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmus dan pelabuhan Gumrun dirubah
menjadi pelabuhan Bandar Abbas. Massa Abbas I bisa dibilang kerajaan Syafawi
dalam masa kejayannya, karena mampu membuat stabilitas dalam negeri dan
mengambil kembali wilayahnya yang direbut kerajaan lain.
B. Kemajuan
yang dicapai masa kerayaan Syafawi
1. Politik
Terwujudnya integritas wilayah Negara yang begitu luas yang ditopang oleh
angkatan bersenjata yang kuat. Tentara Qizilbash yang sangat fanatic dan
militan mampu menjadi tulang punggung berdirinya kerajaan Syfawi, kemudian setelah
dianggap tidak memadai lagi, tentara Qizilbash diganti oleh Abbas I dengan
membentuk tentara baru yang terdiri dari para budak tawanan perang. Dengan
menanamkan idiologi Syi’ah Itsna ‘Asyariyah sebagai idiologi Negara, kerajaan
Syafi’i mampu mendirikan Negara yang kuat, yang bahkan bisa dibilang menjadi
akal Republik Islam Iran sekarang.
2. Ekonomi
Pertanian dalam kerajaan Syafawi sangat penting, terutama setelah
dikuasaianya daerah bulan sabit subur ( fortile crescent ). Stabilitas politik
pada masaa Abbas telah memacu perekonomian kerajaan Syafawi, terutama setelah
pelabuhan di Kepulauan Hurmus berhasil dikuasai, kerena pelabuhan ini banyak disinggahi
kapal kapal dar timur dan barat.
3. Ilmu
Pengetahuan
Dalam sejarah islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang
berperadaban tinggi dan berjasa menyumbangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
tidak mengherankan apabila pada masaa kerajaan Syafawi tradisi keilmuan terus
berlanjut.
Ada beberapa ilmuan yang
selalu hadir di majlis Istana, yaitu Baha Al Din Assyairozi , sadar bahwa Baha
Al Din Assyairozi seorang filosuf dan
Muhammad Baqir bin Muhammad Damad seorang Filosuf, Ahli Sejarah, teolog dan
seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah lebah. Dalam
bidang ini ini, kerajaan Syafawi mungkin dapat dikatakan lebih berhasil dari
dua kerajaan besar Islam lainnya pada masa yang sama[10].
Salah satu karya Sadar Al Din Assyairozi berjudul Asfar
Al Arba’ah bahkan dikatakan hampir sama dengan kitab kitab As Syifa’ karya Ibnu
Sina dan Futuhat Makkiyah karya Ibnu Farabi.
4. Bangunan
fisik dan Arsitektur
Ibukota
Syafawi adalah kota yang sangat indah. Pembangunan besar besaran dilakuan oleh Syah Abbas terhadap ibu kotanya.
Isfahan. Pada saat itu ia mangkat di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 Perguruan
Tinggi, 1082 buah losmen yang luas untuk penyimpanan tamu tamu kholifah dan 237
unit pemandian umum. Diantara yang paling terkenal adalah masjid Syah yang
mulai dibangun sejak 1611 M. Masjid Luthfulloh yang dibangun pada 1603 M. Syah
Abbas juga membangun istana megah yang disebut dengan Chihil Sutun atau Istana
empat puluh tiang. Sebuah jembatan di atas sungai Zende Rud dan taman bunga
empat penjuru[11].
C. Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Syafawi
Sepeninggal Abbas I,
kerajaan Syafawi terus menunjukkan grafik yang menurun. Berturut turut
pengganti Abbas I Syafi Mirza 1628 – 1642, Abbas II tahun 1642 – 1667 M,
Sulaiman 1667 – 1694 M, Husain 1694 – 1722 M, Thahmas II 1722 – 1732 M, dan
kemudian Abbas II 1733 – 1736 M.
Cucu Abbas I, Syafawi Mirza adalah seorang raja yang
lemah, ia sangat kejam terhadap pembesar pembesar kerajaan karena sifat
pencemburunya. Kemauan yang dicapai oleh Abbas I segera menurun drastic. Dia
tidak segan segan memfitnah Wazirnya, bahakn
membunuh dan merampas hartanya.
Abbas II sebagai pengganti
Syafi Mirza adalah raja yang suka minum minuman keras, sehingga sakit dan
meninggal. Setelah Abbas II meninggal dia digantikan oleh Sulaiman, sebagai
mana Abbas II Sulaiman adalah raja yang suka mabuk dan kejam terhadap pembesar kerajaan
yang dicurigainya.
Pengganti Sulaiman adalah Syah Husain, dia adalah raja
yang alim, dia memberi kekuasaan yang besar kepada ulama’ Syiah sehingga ulama
Syiah sering berbuat semena mena kepada kaum Sunni.
Tahun 1709 M terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh
bangsa Afgan, dan puncaknya pada 12 Oktober 1722 M Mir Mahmud berhasil
menguasai Isfahan dan membuat Syah Husain menyerah tanpa Syarat setelah
dikepung selaman enam bulan.
Putra Husain, Thamas II
dengan dukungan Suku Qazar dari Rusia memproklamasikan dirinya sebagai raja.
Yang berkuasa penuh atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabath.
Tahun 1726 M Thamas II dengan dukungan Nadzirkan dari suku Afshar berhasil
mengusir bangsa Afgan yang menguasai Isfahan. Tahun 1732 M Thamas II dipecat
oleh Nadzir Khan dan dia mengangkat Abbas III putra Thamas II sebagai raja.
Namun empat tahun setelah itu, Abbas III juga diturunkan tepatnya tanggal 8
maret 1736, Nadzir Khan mengangkat dirinya sebagai raja, dengan begitu
berakhirlah kekuasaan kerajaan Syafawi yang pernah Berjaya di negeri Persia dan
Asia Tengah.
Penyebab keruntuhan Kerjaan Syafawi adalah dekandensi
moral yang melanda sebagian para pemimpin Kerajaan Syafawi ini turut mempercepat
proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, disamping pecandu berat narkotik
juga menyenangi kehidupan malam beserta harim harimnya selama tujuh tahun tanpa
sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga Sultan Husain[12].
Konflik berkepanjangan dengan Turki Ustmani juga menjadi
penyebab runtuhnya kerajaan Syafawi. Karena bagi Turki Ustmani Munculnya
kerajaan Syafawi yang beraliran Syiah adalah ancaman serius terhadap wilayah
kekuasaannya, maupun bagi kelangsungan
Mazhab Sunni yang mereka anut.
Tidak kalah penting dengan penyebab penyebab diatas adalah sehingga seringnya terjadi konflik
intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dalam kalangan keluarga istana.
BAB
III
KESIMPULAN
Kerajaan Syafawi adalah
kerajaan yang besar dalam islam dan mungkin kerajaan yang bermazhab Syiah
terbesar yang pernah ada dalam sejarah islam.
Kerajaan syafawi berasal
dari sebuah gerakan Tharekat yang namanya diambil dari nama pendiri Tharekat
tersebut yaitu Syafi Al Din Al Ardabil yang kemudian beralih menjadi gerakan
politik yang akhirnya mampu melahirkan kerajaan Syafawi.
Masa kekuasaan kerajaan
Sfafawi menjadi titik kebangkitan kebudayaan islam yang pernah Berjaya dan sempat
tenggelam akibat serbuaan bangsa mongol di bawah Hulaguhan.
Dan menjadi kerajaan yang
paling bersinar dalam bidang ilmu pengetahun di banding dengan dua kerajaan
besar dan lainnya di Madrasah itu, yakni kerajaan Turki Ustmani di Turki dan
Kerajaan Mughal di India.
[1] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di kawasan dunia dunia islam
Surakarta : PT. Raja Grafindo, persada, 2004 ) Hlm. I66
[2] Ajid Thohir 167
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. 1993, Hlm 139
[4] Ajid Thahir 172
[5] Badri Yatim, 141
[6] Ajid Thahir 173
[7] Hamka 441
[8] Hamka 441
[9] Badri Yatim 142 - 143
[10] Badri Yatim 144
[11] Ajid Thahir 176
[12] Badri Yatim 158
Posted By : Pakdhe Keong
Article By : Drs. Mukhlis zakaria, M.Pd.I
21 September 2014
0 komentar: