Makalah Lingkunghan dan Hereditas


BAB I
PENDAHULUAN

Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan
tidak bisa diamati secara langsung.
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Berbicara mengenai perkembangan intelek atau kognitif, seringkali tidak dapat dipisahkan dari seorang pelopor psikologi kognitif yang bernama Jean Piaget.
Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinaytakan bahwa “Intelek” adalah akal budi atau inteligensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari proses berpikir. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelligen adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih cepat dan cermat, serta mampu bertindak cepat.
Pengertian Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa Latin Intelligere yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain Menurut William Stern, inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat alat-alat bantu dan pikiran guna menyesuakan diri terhadap tuntunan-tuntunan baru, adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak.
Jean Piaget mendefinisikan Intelect adalah akal budi berdasarkan aspek-aspek kognitifnya, khususnya proses berpikir yang lebih tinggi, inteligensi menurut Jean Peaget diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berpikir, mempertimbangkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan.
BAB II
PENBAHASAN

1.      Lingkungan Dan Hereditas
1.      Lingkungan
Lingkungan ialah faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Pengaruh pendidikan dan pengaruh lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu bersangkutan. Tidak demikian halnya dengan pendidikan. Pendidikan dijalankan dengan penuh kesadaran dan dengan secara sistematis untuk mengembangkan potensi-potensi ataupun bakat-bakat yang ada pada individu sesuai dengan cita-cita atau tujuan pendidikan. Dengan demikian pendidikan bersifat aktif, penuh tanggung jawab dan ingin mengarahkan perkembangan individu ke suatu tujuan tertentu
2.      Hereditas
Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan karakteristik biologis individu dari pihak kedua orang tua ke anak atau karakteristik biologis individu yang dibawa sejak lahir yang tidak diturunkan dari pihak kedua orang tua.
Keturunan
Kita dapat mengatakan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri pada seorang anak adalah keturunan, jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel kelamin dari generasi yang lain.
Pembawaan
Pembawaan ialah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada seorang individu dan yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan). Misalnya: sejak dilahirkan anak mempunyai kesanggupan untuk dapat berjalan, potensi berkata-kata, potensi untuk belajar ilmu pasti, pembawaan untuk bahasa, untuk menggambar, intelegensi yang baik dan lain-lain.
Soal Pembawaan dan lingkungan merupakan soal yang sangat penting dalam psikologi dan erat hubungannya dengan ilmu mendidik. Bertahun-tahun lamanya para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan lain-lain memikirkan dan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan: perkembangan manusia itu kepada pembawaan ataukah kepada lingkungan? Atau dengan kata lain: dalam perkembangan anak muda hingga menjadi dewasa faktor-faktor yang menentukan itu, faktor yang dibawa dari keturunan (pembawaan) ataukah pengaruh-pengaruh lingkungan?
Dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dikemukakan adanya bebarapa pendapat:
1.      Airan Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menetukan hasil perkembangannya. Menurut Nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. (Purwanto, M.Ngalim, 1990: 14)
2.      Aliran Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat yang beralawanan dengan kaum nativisme. Meraka berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau sejak pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat didik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau empiris ibi didiknya. Dalam pendidikan, terdapat kaum empiris ini terkenal dengan nama Optimisme paedagogis. Kaum behavioris pun sependapat dengan kaum empiris itu. Watson seorang behaviouris (Amerika): “Berikan saya sejumlah anak-anak yang keadaan badannya dan situasi-situasi yang saya butuhkan: dari setiap orang anak, entah yang mana, dapat saya jadikan dokter, seorang padagang, seorang ahli hukum, atau memang jika dikehendaki seorang pengemis atau seorang pencuri”. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 14)
c. Aliran Konvergensi
Aliran ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia. Terdapat dua aliran yang menganut konvergensi, yaitu aliran konvergensi yang lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada lingkungan, dan yang sebaliknya. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 15)
Perkembangan manusia bukan hasil belaka dari pembawaannya dan lingkungannya. Manusia tidak hanya diperkembangkan tetapi memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah mahluk yang dapat dan sanggup memilih dan menentukan sesuatu yang mengenai dirinya dengan bebas. Karena itu ia bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya; ia dapat juga mengambil keputusan yang berlainan daripada apa yang pernah diambilnya.
Proses perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor pembawaan yang ada pada orang itu dan faktor lingkungannya yang mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangannya turut menentukan atau memainkan peranan juga.
2.      Kelas Sosial
Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu strata ( lapisan ) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum ( rangkaian kesatuan ) status sosial. Definisi ini memberitahukan bahwa dalam masyarakat terdapat orang-orang yang secara sendidi-sendidi atau bersama-sama memiliki kedudukan social yang kurang lebih sama. Mereka yang memiliki kedudukan kurang lebih sama akan berada pada suatu lapisan yang kurang lebih sama pula. Kedudukan social orang-orang tersebut akan diperbandingkan dengan kedudukan orang-orang lain yang memiliki kedudukan social kurang lebih sama. )Perbandingan tersebut akan menyebabkan suatu kelompok orang-orang yang berkedudukan sama tersebut akan berada di atas atau dibawah kelompok orang-orang yang lain. Munculah kelas social atas kelas social menengah dan kelas social bawah berdasarkan criteria tertentu, seperti yang ada dalam stratifikasi social di atas.
Kelas social atas biasanya mendapat penghormatan atau di hormati oleh kelas social dibawahnya karena beberapa keunggulan yang dimiliki kelas social atas misalnya kedudukan sosialnya maupun kekayaanya. Setiap kelas social yang ada, mereka yang ada di dalamnya biasanya memiliki kebiasaan dan perilaku dan gaya hidup yang sama. Misalnya kelas social atas kebiasaan belanjanya ke Mall atau ke super Market yang ada. Pola makan mereka dengan berbagai macam komsumsi yang bervariasi untuk setiap harin6ya dengan menu makan yang memenuhi empat sehat lima sempurna. Kelas bawah tentunya akan belanja di warung-warung terdekat dengan pola makan seadanya bahkan sering kita jumpai mereka makan jauh dari kebutuhan gizi yang diperlukan.
Pola-pola social dan gaya hidup telah memberikan kesadaran mereka akan kelas social yang mereka miliki, walaupun mereka tidak menghendaki untuk menduduki kelas social bawah, namun mereka menyadari kelas social yang mereka miliki atau digolongkan; oleh karena itu kesadaran kelas social ini akan membawa konsekuensi pola-pola perilaku yang berbeda antara kelas sosial satu dengan kelas social yang lain.
Pola-pola social dan gaya hidup masing-masing kelas social menjadikan kelas social yang mereka miliki sebagai sebuah sub-culture dalam suatu struktur social. Seolah-olah setiap anggota dari kelas sosail tertentu dilihat berbedea dengan anggota kelas social yang lain dan mereka seakan akan mempunyai hak dan jkewajiban berbeda dalam kehidupan masyarakatnya.

3.      Peran dan Jenis Psikologi Pendidikan
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan - pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1.      Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2.      Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3.      Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4.      Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5.      Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6.      Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7.      Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan


BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Dari definisi di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa psikologi adalah tingkah laku manusia yakni interaksi mansia dengan dunia sekitarnya.
Pada hakikatnya bidang kajian psikologi banyak menyentuh bidang kehidupan diri organisme, baik manusia maupun hewan. Penyelidikan dilakukan mengenai bagaimana dan mengapa organisme organisme itu melakukan apa yang mereka lakukan namun lebih khusus, psikologi lebih banyak dikaitkan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia.
Sedangkan belajar itu sendiri secara sederhana dapat diberi definisi sebagai aktifitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitarnya.Perkembangan dalam arti belajar dapat dipahami sebagai perubahan yang relative permanen pada aspek psikologi.
2.      Saran
Dalam penulisan makalah ini mungkin banyak kesalahab dan kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran dari Dosen dan kawan-kawan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin ya Rabbal ‘Alamin.
DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumadi.Drs. 2002. Psikologi Pendidikan, Yogyakarta, UGM
Oemar Hamalik. 2002. Psikologi Belajar dan Pengajaran. Bandung: Percetakan Sinar Baru Algesindo Offset
Djamarah, Drs. Syaiful Bahri.(2007). Psikologi belajar (cet 1). Jakarta: PT Rineka Cipta.



0 komentar: