TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH
|
PEDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
INDONESIA di tengah dinamika
perkembangan global maupun nasional,
saat ini menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan
perhatian serius semua pihak. Good Governance atau
tata pemerintahan yang balk, merupakan bagian dari
paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa yang cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi seining dengan
tuntutan era reformasi. Situasi dan, kondisi ini menuntut
adanya kepemimpian nasional masa depan, yang diharapkan
marnpu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang.
Perkembangan
situasi nasional dewasa ini, dicirikan dengan tiga fenomena yang dihadapi, yaitu :
1) Permasalahan yang semakin
kompleks (multi-dimensi)
2) Perubahan
yang sedemikian cepat (regulasi, kebijakan, dan aksi-reaksi
3) Ketidakpastian yang relatif
tinggi (bencana alam yang silih berganti,
situasi ekonomi yang tak mudah diprediksi, dan perkembangan politik yang
"up and
down".
Kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di
Indonesia antara pemerintah dengan rakyatnya mapun partai yang mewakili rakyat dengan
konstituennya, menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit
untuk dipahami dengan logika
awam masyarakat.
A.Rumusan
masalah
Makalah
ini berusaha untuk menjelaskan dua masalah pokok, yakni :
1)
Bagaimanakah
permasalahan dalam tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih..
2)
Bagaimanakah
permasalahan kinerja birokrasi dalam tata pemerintahan yang baik dan bersih.
B.Tujuan
Pada
bab ini akan dibahas seputar pengertian, prinsip, dan unsur-unsur terkait
dengan implementasi good and clean governance. Di akhir perkuliahan diharapkan
mahasiswa mampu untuk :
1. Menganalisis pengertian good governance
2. Menganalisis pentingnya prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan
1. Menganalisis pengertian good governance
2. Menganalisis pentingnya prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan
modern
3. Menganalisis unsur-unsur pokok dalam mewujudkan cita-cita good governance
4. Mendemonstrasikan prinsip-prinsip good governance dalam skala kecil
5. Mengkritisi kebijakan pemerintah atau lembaga terkait melalui paradigma good and clean
3. Menganalisis unsur-unsur pokok dalam mewujudkan cita-cita good governance
4. Mendemonstrasikan prinsip-prinsip good governance dalam skala kecil
5. Mengkritisi kebijakan pemerintah atau lembaga terkait melalui paradigma good and clean
governance
6. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan gerakan anti korupsi.
7. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan kinerja birokrasi pelayanan
6. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan gerakan anti korupsi.
7. Menganalisis keterkaitan clean and good governance dengan kinerja birokrasi pelayanan
pubik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dasar Good and Clean Governance
Paling
tidak ada empat kata yang harus menjadi perhatian kita kalau membicarakan good
and clean governance, yaitu (1) good government, (2) clean
government, (3) good governance, dan (4) clean governance.
Dari empat pembagian tersebut dilihat bahwa yang menjadi perhatian adalah good
(baik), clean (bersih), government (pemerintahan), dan governance
(penyelenggara pemerintahan). Artinya paradigma yang hendak dikembangkan adalah
pemerintahan yang baik dan bersih yang juga didukung oleh penyelenggara
pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan demikian government lebih
memberikan perhatian terhadap sistem, sedangkan governance lebih
memberikan perhatian terhadap sumber daya manusia yang bekerja dalam sistem
tersebut. Tanpa menjaga keseimbangan terhadap dua hal ini akan muncul
ketimpangan dalam praktek peyelenggaraan pemerintahan yang pada akhirnya akan
menimbulkan kehancuran terhadap sistem bernegara.
Governance adalah tata pemerintahan, penyelenggaraan
negara, atau pengelolaan (management) bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan
pemerintah.
Kata Governance
memiliki unsur kata kerja yaitu go vernance yang berarti bahwa
fungsi oleh pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga negara) perlu seimbang/setara dan multi arah (partisipatif). Governance
without government berarti bahwa pemerintah tidak selalu
diwarnai dengan lembaga, tetapi termasuk dalam makna
proses pemerintah.
Good Governance menurut Bank Dunia (World
Bank) adalah cara kekuasaan
digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk
pengembangan masyarakat (The way state power is used in
managing economic and social resources for development of society).
Good Govanance, bila
kita kupas : "Good" rnaknanya adalah nilai-nilai yg menjunjung tinggi kehendak rakyat dan meningkatkan
kemampuannya dalam pencapaian tujuan serta berdayaguna dan
berhasil guna dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai
tujuan tersebut. "Governance" maknanya pemerintahan berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan
nasional yang telah digariskan, dalam Alinea IV Pembukaan
UUD 1945.
1.
Prinsip Good Governance
Ada
sepuluh prinsip good governance, yaitu :
a. Partisipasi : warga memiliki hak (dan mempergunakannya) untuk
menyampaikan pendapat,
bersuara dalain proses petumusan hebijakan publik, balk secara langsung maupun tidak langsung.
b. Penegakan hukum: hukum diberlakukan bagi siapapun tanpa
pengecualian, hak asasi manusia dilindungi, sambil tetap
dipertahankannya nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
c.Transparansi: penyediaan inforinasi tentang pemerintali(an) bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam
memperolch informasi yang akurat clan memadai.
d. Kesetaraan:
adanya peluang yang lama bagi setiap anggota masyarakat untuk beraktivitas berusaha.
e. Daya tanggap :
pekanya para pengclola instansi publik terhadap aspirasi masyarakat.
f. Wawasan ke depan:
pengelolaan masyarakat hendaknya dimulai dengan visi, misi, dan strategi yang
jelas.
g.Akuntabilitas:
laporan para penentu kebijakan kepada para warga.
h.Pengawasan
publik: terlibatnya warga
dalam mengontrol kegiatatn pemerintah,
termasuk parlemen.
i. Efektivitas clan efisiensi : terselenggaranya Icegiatan
instansi publik dengan menggunakan cumber daya yang tersedia secara optimal clan
bertanggnung jawab.
j. Profesionalisme
:Meningkatkan kemampuan dan
moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah,
cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
B. TATA KELOLA
PEMERINTAHAN YANG BERSIH
DAN
GERAKAN ANTI KKN
1. TATA
KELOLA PEMERINTAHAN YANG BERSIH
Keinginan menjadi good and clean
governance ke dalam norma hukum baru dimulai setelah kita mengalami krisis
pada tahun 1997 yang diikuti dengan kejatuhan rezim otoriter Orde Baru pada
bulan Mei 1998. Upaya ini dapat dilihat dengan adanya Ketetapan MPR No. XI/
MPR/ 1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kemudian diikuti dengan
pemberlakuan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenngaraan Negara yang
Bersih dan (KKN) yang diikuti dengan empat Peraturan Pemerintah sebagai
pelaksana UU No. 28 yaitu PP No. 65/ 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kekayaan Penyelenggara Negara, PP No. 66/ 1999 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa, PP
No. 67/ 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas
dan Wewenang Komisi Pemeriksa, dan PP No. 68/ 1999 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara.
2. MAKNA
KORUPSI
Korupsi selalu diidentikkan dengan
mencuri, mengambil hak orang lain. Korupsi diartikan dengan mark up dana
di luar batas yang seharusnya. Korupsi dimaknai sebagai tindakan mengambil hak
orang. Setidaknya itu sementara pemaknaan orang atas istilah bernama korupsi.
Dalam bedah buku NU Melawan
Korupsi Kajian Tafsir dan Fiqh, yang digelar oleh Pimpinan Wilayah
Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, terungkap makna baru korupsi. KH Mohammad
Masyhuri Naim menyampaikan arti lain korupsi., korupsi memiliki beragam makna,
diantaranya adalah suap. Antara korupsi dengan suap kan berbeda secara substansial, yakni suap
bermakna memberi. Sementara korupsi mengandung makna mengambil.Akan tetapi,
keduanya kini berjalan beriringan. Untuk mendapatkan sesuatu seringkali orang
melakukan suap.
Sementara, menurut Zainuddin Rektor
Universitas Muhammadiyah Surabaya memaknai korupsi sebagai gaya hidup dan
krisis. Korupsi menjadi gaya hidup yang disebabkan oleh krisis diantaranya
mencakup moral, sosial, ekonomi, dan politik.
Makna korupsi, sesungguhnya
bergantung persepsi. Demikian halnya dengan penanganan korupsi. Meminjam
istilah Ali Maschan, harus ada empat hal yang beriringan yakni substansi hukum,
struktur hukum, sumber daya manusia, dan budaya hukum.
C.ASAL MUASAL
KORUPSI DI NEGARA BERKEMBANG
Korupsi
di Negara berkembang berawal dari ketidak adanya kesadaran masyarakat dalam
melakukan suatu hal dengan transparansi yang berbeda jauh dengan masyarakat di
Negara-Negara maju. Namun ada juga factor-faktor pendukung yang lain yang mempengaruhi
seseorang untuk melakukan korupsi.
1. Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
:
•
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung
kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di
rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
politik yang normal.
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan mediamassa .
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian
yang cukup ke pemilihan umum.
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan .
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan .
•
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Mengenai
kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup
yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh Bpk. Soedarsono
yang menyatakan antara lain " Pada umumnya orang menghubung-hubungkan
tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya
gaji pejabat-pejabat. " namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan,
orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol
dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia ,
hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia
1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2,
1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " Di
Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk
sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk
makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa
para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan
meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan”.
2. Dampak
negatif Yang Ditimbulkan
a.Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara
umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
b.Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi (kekacauan ) dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi (kekacauan ) dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun
ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan
"lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri.
Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti
Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok),
namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi
infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain.
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri.
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri.
c. POLITIK
Di arena politik, sangatlah sulit
untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan
ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.
Korupsi
politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi
sogok, bukannya rakyat luas.
Satu
contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil
.Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
d.Korupsi
berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat
secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap
penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya
sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan
salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena
distrust society ( hilangnya kepercayaan masyarakat ), yaitu masyarakat yang
kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi
negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity
feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul
khauf (pakaian ketakutan).
D.UPAYA MEMBANGUN TATA KELOLA PEMERINTAHAN
YANG BERSIH
Kesejahteraan masyarakat selama ini
belum mampu terwujud dengan maksimal, karena terkendala prosedur tata kelola
Pemerintahan yang kurang transfaran dan bersih. Tata kelola Pemerintahan yang
transparan dan bersih merupakan dasar mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, kinerja Pemerintah selama ini hanya terfokus dengan urusan politik,
sehingga kesejahteraan masyarakat belum mampu terwujud dengan maksimal.
Pengamat Politik dan Hukum Cokorda
Gede Atmaja mengatakan, kondisi tersebut dibuktikan dengan keberadaan
masyarakat miskin akan tetap miskin, selama prosedur penyelesaian kemiskinan
hanya sebatas bedah rumah. Menurutnya, Pemerintah harus memberikan pendidikan
dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga masyarakat
mampu menciptakan usaha sendiri dan tidak bergantung pada peluang kerja yang
disediakan Pemerintah. Selain itu, prosedur penegakan hukum yang merupakan
dasar Pemerintahan yang transfaran juga belum mampu terlaksana dengan baik.
Cokorda Gede Atmaja menambahkan,
untuk mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang bersih dan transfaran, selain
memprioritaskan penegakan hukum dan kesejahteraan masyarakat, komitmen Pemerintah
juga sangat diperlukan, terutama dalam hal perbaikan anggaran APBD. Sebab,
selama ini anggaran dalam APBD lebih diprioritaskan pada anggaran rutin,
sedangkan anggaran pembangunan hanya memperoleh porsi 25% dari APBD. Padahal,
porsi dari anggaran rutin dan anggaran pembangunan seharusnya seimbang, agar
tata kelola Pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, masyarakat
turut andil mengawasi kinerja Pemerintah, agar tidak terjadi ketimpangan dalam
pengambilan kebijakan.
D.TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN KINERJA
BIROKRASI
PELAYANAN PUBLIK
A.
PENGERTIAN
BIROKRASI
Sejauh ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam suatu organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada “kebiroan” atau mutu yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967 dalam Thoha, 2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983).
Pandangan Masyarakat terhadap
Birokrasi
Kualitas kerja rendah
Biaya mahal dan boros
Miskin informasi dan
lebih mementingkan diri sendiri
Banyak melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku à Penyalahgunaan kekuasaan dan
jabatan, KKN
Sewenang-wenang
Arogan
Permasalahan Utama
Kelembagaan dan
tatalaksana: struktur organisasi, inkonsistensi dan instabilitas peraturan
perundang-undangan, penggunaan TI
Sumberdaya manusia:
kualitas, sistem penggajian
Pengawasan:
akuntabilitas, etika dan moral
Pelayanan Publik:
standar pelayanan Organisasi: struktur besar, tidak sesuai dengan kebutuhan,
bentuk organisasi yang tidak tepat
Personil: kepangkatan,
isu lokalisme, mutasi, peningkatan jumlah pegawai honorer
Keuangan: anggaran
berbasis kinerja, sistem perencanaan yang rumit dan hirarkhis, masalah SPM dan
Standar Analisis Biaya (SAB), politisasi anggaran, transparansi
Perencanaan: sistem
perencanaan, keterlibatan masyarakat
Permasalahan Internal dalam
Birokrasi
(1) sistem
perekrutan;
(2) sistem
penggajian dan pemberian penghargaan;
(3) sistem
pengukuran kinerja;
(4) sistem
promosi dan pengembangan karir; serta
(5) sistem pengawasan
Situasi Problematis Birokrasi
Struktur, norma, nilai
dan regulasi yang ada masih berorientasi pada kepentingan penguasa/birokrat (power
culture)
Masih belum terbentuk
budaya Birokrasi (service delivery culture)
Masih tingginya
ketidakpastian dalam Birokrasi (cost of uncertainty)
Budaya patron-client
dan budaya afiliasi yang mengarah kepada moral hazard
Rendahnya kompetensi
para birokrat
Strategi Utama Reformasi yang
dilakukan
(1)
merevitalisasi kedudukan, peran dan fungsi kelembagaan
yang menjadi motor penggerak reformasi administrasi, dan
(2)
menata kembali
sistem administrasi negara baik dalam hal struktur, proses, sumber daya manusia
(PNS) serta relasi antara negara dan masyarakat
Upaya-Upaya reformasi Birokrasi
1.Pada
level kebijakan,
harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi
pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur,
partisipasi, pengaduan, gugatan)
2.Pada
level organisational,
dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan
dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar
Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah
3.Pada
level operasional,
dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi
tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
4.Instansi
Pemerintah,
secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan
.
B.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KIERJA BIROKRASI
Faktor Budaya
1.
Budaya
dan perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau uang “pelicin”)
2.
Budaya
“sungkan dan tidak enak” dari sisi masyarakat
3.
Masyarakat
harus menanggung biaya ganda karena zero sum game
4.
Internalisasi
budaya dalam mekanisme informal yang profesional
Faktor Individu
1.
Perilaku
individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan moralitas
2.
Perilaku
individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki seseorang yang memiliki
jabatan dan otoritas
3.
Perilaku
opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup
4.
Individu
yang jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak mendapat tempat
Faktor Organisasi dan
Manajemen
1.
Meliputi struktur, proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat
2.
Struktur birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak
terdesentralisasi
3. Proses Birokrasi seringkali belum
memiliki dan tidak melaksanakan prinsip-prinsip efisiensi,
transparansi, efektivitas dan keadilan
4.
Birokrasi juga sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang kredibel.
5.
Dalam aspek kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya gaji,
proses rekrutmen yang belum memadai, dan
kompetensi yang rendah.
6. Hubungan masyarakat dan
pemerintah dalam Birokrasi belum setara; pengaduan dan partisipasi
masyarakat masih belum memiliki tempat (citizen charter)
in-lefI �9m m �X X8T ace:auto;
text-align:justify;line-height:150%;tab-stops:14.2pt'>
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi
sangat diperlukan dalam berbagai hal terutama dalam bidang pendidikan. Evaluasi
dipergunakan untuk memperoleh suatu hasil maksimal.
Aktivitas belajar perlu diadakan evaluasi, hal ini penting karena dengan
evaluasi kita dapat mengetahui apakah tujuan belajar yang telah ditetapkan
dapat tercapai atau tidak. Melalui eavaluasi dapat diketahui kemajuan-kemajuan
belajar yang dialami oleh anak, dapat ditetapkan keputusancpenting mengenai apa
yang telah diperoleh dan diketahui anak serta dapat merencanakan apa yang seharusnya
dilakukan pada tahap berikutnya.
Hasil belajar ideal meliputi segenap psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa namun pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid sangat sulit. Hal itu disebabkan perubahan hasil belajar itu yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
Hasil belajar ideal meliputi segenap psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa namun pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid sangat sulit. Hal itu disebabkan perubahan hasil belajar itu yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Daryanto. Evaluasi
Pendidikan. PT. Rineka Cipta. 2005
2. Hana, Mahmud
Ahia. Bimbingan Pendidikan dan Pekerjaan II. PT. Bulan Bintang. 1978
3. Hamalik,
Oemar. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. PT. Bumi
Aksara. 2000
4. Syah,
Muhibbin. Psikologi Pendiiakan dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja
Rosdakarya. 1997
5. Syah,
Muhibbin. Psikologi Belajar. PT. Raja Grafindo Persada. 2006
6.
Sholihin, Muchlis. Buku Ajar Psikologi Belajar PAI.
STAIN Pamekasan Press. 2006
7. Sudijono,
Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada.
8. Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prenada
8. Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prenada
0 komentar: